Yuniar Widati

Guru Bahasa Inggris MTs Negeri 3 Magelang yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Perpustakaan. Sangat suka membaca dan masih terus belajar menulis. Cukup ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Cinta Bercerita (2)

Ketika Cinta Bercerita (2)

#tantanganharike320

#tantangangurusiana

--

Sebenarnya Ibu sudah sering melarang. Tapi apa daya, aku suka ikut Bapak narik sore. Kami memang memiliki satu mobil angkutan kota alias angkot yang jika pagi hingga sore dibawa Pak Tarjo sebagai sopir dibantu Mas Ndon sebagai kernetnya untuk narik. Tetapi bakda Maghrib setelah nderes, Bapak sering membawa mobil angkot kami dengan aku sebagai kernet kecil.

Tentu saja Ibu keberatan aku ikut Bapak. Anak perempuan kelas lima SD ikut menjadi kernet angkot adalah hal yang tidak lazim. Padahal aku lebih banyak mengganggu Bapak daripada membantu karena sebagai kernet, aku duduk di depan sebelah Bapak sebagai sopir. Tugasku sebagai kernet hanya menerima uang dari penumpang saja, bukan membantu penumpang.

Kami hanya melakukan satu putaran saja. Mulai pukul setengah tujuh malam kami berangkat sampai terminal, lalu kembali ke rumah lagi kira-kira pukul setengah Sembilan. Angkot kami sangat membantu orang-orang yang pulang kemalaman. Hampir tidak pernah penuh tentu saja, namun aku senang karena aku boleh minta sebagian uang hasil narik malam ini.

Satu lagi hal yang kusuka adalah, Bapak akan mengajakku jajan ketika sampai di terminal. Kadang kami makan bakso, kadang wedang ronde, atau juga kesukaanku yaitu bubur kacang hijau yang legit. Nah, kalau sudah begitu, tentu saja larangan Ibu sering aku langgar. Aku merayu Ibu agar diizinkan ikut Bapak dan akhirnya walau terpaksa Ibu akan mengizinkan. Apalagi kalau PR ku beres semua dan nilai ulanganku bagus. Ibu semakin tidak berkutik jika sorenya aku membantu Ibu persiapan memasak untuk menu warung makan Ibu besok pagi.

Kami tinggal di perumahan yang kebanyakan isinya adalah pasangan muda. Dengan ibu-ibu muda yang terkadang sibuk, Ibu melihat peluang untuk membuka warung makan kecil-kecilan yang menyediakan kebutuhan sayur dan lauk siap makan untuk para tetangga kami. Hikmahnya adalah, kami sekeluarga selalu memiliki menu sayur dan lauk yang bervariasi setiap hari. Nah, biasanya sore hari Ibu sudah meracik bumbu dan memasak setengah matang. Besok pagi bangun jam tiga. Setelah salat tahajud, Ibu tinggal menyelesaikan masakannya. Aku membantu Ibu menghaluskan bumbu atau memotong-motong sayuran bersama Mbak Ratri pada sore harinya. Seru sekali. Kami juga sekaligus belajar aneka macam bumbu untuk berbagai masakan tradisional yang dimasak Ibu.

Malam ini agak gerimis ketika kami mulai berangkat. Perjalanan kami dari rumah hingga terminal melewati tiga kecamatan. Lumayan juga banyak penumpang naik dan turun sepanjang perjalanan menuju terminal. Kami juga melawati Rumah Sakit Pembantu sehingga terkadang kami membawa orang sakit juga.

“Ini, Pak,” kata penumpang yang turun di depan rumah sakit.

“Ya, dikasihkan Mbak kernet itu, Bu,” jawab Bapak.

Aku tersenyum senang menerima lembaran uang dari penumpang itu dari kursi depan. Ternyata membutuhkan kembalian. Sigap aku menghitung dan memberikan kembaliannya. Aktivitas ini ternyata juga merupakan cara Bapak mengajarkanku belajar matematika.

“Wah, Mbak kernetnya pintar,” kata ibu-ibu penumpang itu yang membuat hidungku mengembang bangga.

Tak lama setelah penumpang itu turun, mobil angkot kami segera melaju lagi pelan. Tidak jauh, hanya sekitar satu setengah kilometer, kami sudah sampai terminal.

Pak, tumbas ronde nggih?” pintaku yang disambut anggukan Bapak.

Sesampainya di terminal, Bapak segera memarkir angkot kami. Setelah bercakap sebentar dengan petugas di terminal, Bapak mengajakku ke tempat penjual wedang ronde. Kami menunggu sebentar dan tak lama kemudian mulai menikmati minuman hangat yang lezat itu.

Di depan terminal ada gedung bioskop kecil. Ketika kami sedang menikmati wedang ronde yang nikmat itu, sepertinya film yang diputar sore sudah selesai. Para penonton terlihat keluar bersama-sama. Ada yang langsung pulang, ada juga yang menuju aneka tempat jajan di depan terminal.

Kulihat ada orang seusia Bapak yang berjalan mendekati tukang ronde. Dia terlihat merangkul seorang wanita muda. Mereka bercakap-cakap terlihat seru sambil tertawa-tawa.

“Wah, nembe mersani film napa, Pak Prapto?” sapa Bapak pada orang itu.

Orang itu kaget disapa oleh Bapak. Dia segera melepaskan tangannya dari wanita di sampingnya. Wajahnya terihat gugup.

“Eh, Pak Muji.sama siapa, Pak?” Orang yang disebut Pak Prapto itu malah balas bertanya sambil menyalami Bapak.

“Ini sama Esthi,” jawab Bapak.

Pak Prapto tiba-tiba menarik tangan Bapak. Bapak meletakkan mangkuk rondenya lalu berdiri dan mengikuti Pak Prapto. Setelah agak jauh kudengar Pak Prapto berbisik pada Bapak. Tidak banyak yang kudengar karena aku juga tidak berniat menguping. Hanya satu dua patah kata yang mampir di telingaku. Yang jelas, kudengar kata ‘jangan’ dan ‘bilang-bilang’ yang diucapkan Pak Prapto beberapa kali.

Tak lama kemudian mereka berdua kembali. Pak Prapto segera pergi meninggalkan kami bersama wanita yang bersamanya tadi. Bapak melanjutkan minum rondenya kembali.

“Sinten, Pak?” tanyaku ingin tahu.

“Pak Prapto. Rumahnya di kampung dekat perumahan. Dia bapaknya temanmu, to?” jawab Bapak.

“Enggih napa?”

“Iya. Siapa itu namanya temanmu itu. Wasis apa ya? Bapak sering ketemu kok kalau ambil raport di sekolahmu,” jawab Bapak yang membuat aku tiba-tiba kaget hingga hampir tersedak.

--

Bersambung

Glosarium:

Pak, tumbas ronde nggih? = Pak, beli wedang ronde, ya?

Wah, nembe mersani film napa, Pak Prapto? = Wah, barusan lihat film apa, Pak Prapto?

Sinten, Pak? = Siapa, Pak?

Enggih napa? = Iyakah?

--

Ket:

Setting awal kisah ini adalah pada awal tahun 90an.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tambah cinta bahasa Jawa, bangga jadi Warga Negara Indonesia. Jazakillah telah berbagi kisah sarat hikmah

27 Jan
Balas

Keren pisan mbak Yun.... Sukses selalu

27 Jan
Balas

Bapaknya si Wasis selingkuh itu. Bakal seru kelanjutannya. Apa pula yang akan terjadi antara Esthi dan Wasis ya? Ditunggu episode berikutnya Bu Yuniar. Sukses selalu. Salam literasi.

26 Jan
Balas

Iya kayaknya, Bu. Kalau pergi sama istrinya, gk mungkin pesan jangan bilang-bilang, kan? Siap lanjutkan, Bu. Terima kasih banyak. Salam sukses kembali.

26 Jan

Kereen... Keren... Ditunggu kelanjutannya bu...sukses selalu

27 Jan
Balas

He... He... He... cerita kehidupan jaman dulu tapi masih terus saja ada di jaman sekarang. Terimakasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk saling SKSS.

27 Jan
Balas

keren bun... lanjut... sukses selalu

27 Jan
Balas

Mantap Bu ceritanya. Terbawa suasana membacanya. Sukses ya Bu

27 Jan
Balas

Keren menewen cerpennya, sukses untuk Ibu

27 Jan
Balas

Apa yg akan terjadi dgn Esthi dan Wasis ya Bun? Ditunggu lanjutannya. Sukses selalu Bun

26 Jan
Balas

Keren menewen. Aku suka. Ada translate k bindo, jd paham bhs jawa ne

27 Jan
Balas

Mantap mantap bucan, salam silaturahmi

27 Jan
Balas

Inspiratif sekali Bunda. Makin asyik nih..

26 Jan
Balas

Iya iya.. tahun 90an, saya ikut membayangkan... Seru ceritanya. Lanjut, Bu

26 Jan
Balas

Waktu itu masih ada gedung bioskop di kampung. Kalau sekarang nonton bioskop harus ke mall. Terima kasih apresiasinya, Pak.

26 Jan

Cerita yang menarik. Keren Bu

27 Jan
Balas

Selalu hadir dengan cerita - cerita yang sangat bagus sekali. Ibu memang hubat sekali. Sukses selalu dan salam literasi.

27 Jan
Balas

Keren ceritanya Bu...salam sukses selalu

27 Jan
Balas

Terkesan saya kisahnya sangat menarik bu

27 Jan
Balas

Keren cerita nya bunda, sukses selalu

26 Jan
Balas

Cakep tulisannya Bunda,, lanjuuuutt, salam sukses

26 Jan
Balas

Siap Pak Cahyo. Salam sukses kembali.

26 Jan

bapaknya wasisi selingkuh...begitu mendengar nama wasis disebut bapaknya esthi tersedak..ada sesuatukah antara wasisi dan esthi/...keren bun..lanjut

27 Jan
Balas

Menuju Seruuu...lanjut bunda

28 Jan
Balas

Kula inggih paham sanget lo bu..hehe..mugi sukses kagem karyanipun

26 Jan
Balas

Hehehe, mboten usah mersani terjemahan nggih, Pak? Salam sukses kembali Pak.

26 Jan

Wah serruuu, ditunggu kelanjutannya bund

26 Jan
Balas

Terima kasih, Bu. Siap lanjutkan.

26 Jan

cerita menarik jadi buat penasaran setelah minum wedang ronde..ditunggu kelanjutannya sukses selalu bun

27 Jan
Balas

muantap surantap ceritanya. dilanjuuuuut.....

26 Jan
Balas

Terima kasih banyak apresiasinya, Bu Rokhana. Siap lanjutkan...

26 Jan

Suka sekali membaca cerpennya, Bun. Sukses selalu untuk Bunda Yuniar.

30 Jan
Balas

Cerpen yang menginspirasi bunda. Sehat dan sukses slalu

27 Jan
Balas

Ceritanya mantab keren bu, semoga sehat dan sukses selalu

27 Jan
Balas

Selalu menarik tulisannya bu.... sukses selalu

27 Jan
Balas



search

New Post