Ketika Cinta Bercerita (3)
#tantanganharike321
#tantangangurusiana
--
Naik kelas V aku senang sekali. Kali ini aku ada di kelas V B. Wali kelasku Pak Syarif. Meskipun beliau tegas terkesan galak, beliau adalah salah satu guru kesukaanku. Penampilannya keren dan gaya sekali. Tubuhnya tinggi besar dan gagah. Kepalanya sedikit botak. Kalau dilihat sekilas, beliau mirip aktor Fred Dryer, pemeran polisi jagoan Hunter di televisi. Di pinggang beliau tergantung kantong kaca mata yang kalau beliau mau mengambil atau menyimpan kaca matanya, terkadang aku membayangkan beliau mau mengambil pistol untuk menembak penjahat.
Pak Syarif galak pada anak-anak yang bandel dan tidak mau belajar. Wajahnya terlihat seram serasa mau menelan kami bulat-bulat untuk sarapan. Tapi jika ada murid yang rajin dan pintar, beliau tiba-tiba berubah ramah, menyenangkan dan murah senyum. Jika menerangkan jelas dan runtut. Aku termasuk anak rajin walau tidak terlalu pintar. Jadilah aku salah satu murid yang sering menemui wajah murah senyum beliau.
Hanya saja ada satu hal yang membuatku marah dan sedikit dendam pada Pak Syarif. Di kelas V B ini, aku sekelas dengan Wasis. Begitu melihat kami di hari pertama masuk sekolah, beliau langsung memasangkan kami menjadi teman satu meja sambil tertawa tertahan. Beruntung di kelas V Wasis sudah tidak terlalu bertingkah seperti ketika kelas bawah dulu. Mungkin dia sudah mulai malu. Tapi reputasi kami sebagai pasangan barangkali membuat Pak Syarif memutuskan kami untuk duduk berdampingan.
Salah satu kebijakan guru untuk mendudukkan anak laki-laki dan perempuan satu meja adalah untuk menjaga kondusifitas kelas. Dengan duduk berpasangan, terkadang membuat anak-anak yang biasanya bandel dan berisik menjadi tidak berkutik. Antara malu dan sebal pada teman sebelahnya, membuat anak-anak tidak leluasa mengobrol. Apalagi jika kawan satu geng duduk terpisah jauh. Jadilah suasana kelas terasa tentram dan damai.
Sejak awal duduk di sebelah Wasis aku selalu menekuk wajahku. Sungguh susah aku untuk tersenyum karena malu dan sedikit marah pada kebijakan Pak Syarif yang kurasakan tidak bijak itu. Aku tidak tahu dengan Wasis. Aku hampir tidak pernah melihat padanya. Jika duduk aku selalu mepet di pojok, menjauhkan jarak kami. Meja pun biasanya kuberi pembatas kotak pensil dan penggaris. Posisiku juga menyerong agar agar aku tidak perlu melihatnya.
Walaupun sudah tidak main peluk sembarangan seperti dulu, gayanya masih nyaris sama. Dia yang selalu datang lebih awal dariku akan menyambutku. Lalu dengan anggun dia menyiapkan tempat dudukku, melap bagian atasnya dan kemudian membungkuk sopan.
“Silakan, tuan putri,” katanya yang dilanjutkan dengan tawa.
Biasanya aku hanya meletakkan tasku lantas pergi keluar kelas. Dibelakangku masih terdengar tawa anak-anak lain berderai-derai. Aduh, rasanya aku ingin bersembunyi entah di mana. Aku baru masuk kelas kembali ketika bel masuk berbunyi.
Meskipun sering menyebalkan dan tidak kuacuhkan, Wasis tidak marah. Sebagai teman semeja dia cukup membantu. Jika ada tugas-tugas kelompok yang harus dikerjakan bersama dia berubah serius. Nyaris tidak tersisa usil dan gaya sembarangannya. Jika dia sudah mulai begitu, aku dengan senang hati bekerja sama dengannya. Satu hal lagi, ternyata dia memang sesuai dengan namanya. Wasis dalam bahasa Jawa artinya pintar. Tak heran karena ibunya seorang guru yang mengajar di SMP dan ayahnya pegawai di kantor kabupaten. Nyaris dalam semua pelajaran dia cukup menguasai dan bagusnya lagi dia tak segan untuk membantu kawan-kawan yang belum paham, termasuk padaku.
Terkadang aku sedikit menyesal bersikap ketus padanya. Aku ingin bersikap biasa seperti pada kawan-kawan yang lain. Namun jika dia kumat usilnya, aku sebal lagi padanya. Perasaan sebalku sebenarnya terkadang juga dipengaruhi oleh suatu perasaan aneh. Kubilang aneh karena aku tidak tahu artinya. Yang jelas sikapnya membuat aku selalu ingat padanya. Aku sering merasa kaget dan gugup jika namanya disebut. Jika dia tak nampak, atau dia tidak bersikap usil, aku merasa ada yang kurang. Sungguh-sungguh menyebalkan.
--
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jazakillah khairan sudah berbagi kisah dan pesan kebaikan, barakallah Aamiin. Benci bisa berbalik benar-benar cinta Wasis lho ya
Keusilannya adalah untuk mencuri perhatian, sukses bunda. Keren.
Keren menewen ceritanya mbak... Lanjuuut..... Sukses selalu
Wah Esthi sudah mulai jatuh cinta pada Wasis... merasa ada yang kurang... hehe... cerita yang indah Bu Yuniar. Sehat dan sukses selalu. Salam literasi.
Itu mungkin arti kalimat Witing tresna jalaran saka kulina. Cinta tumbuh karena terbiasa, hahaha... Terima kasih apresiasinya, Bunda. Salam sehat dan sukses kembali.
Ada apa dengan Esthi?Lanjutkan dengan karya berikutnya agar terwujud buku tunggal kumpulan cerita pendek. Terimakasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk saling SKSS.
wah perasaan apa ya... lanjut.....
Ciri-cirinya seperti jatuh cinta ya Bu hehehe. Keren Bu dan salam sukses
Hahaha... Kayaknya iya tuh.
Ceritanya menarik dan asyik, keren Bu
Duduk berdekatan dengan lawan jenis yang bukan jenis, sepertinya kurang pas ya. Apalagi kelas 5, memasuki masa pubertas atau malah justru sudah puber. Semoga sehat dan bahagia selalu buat Ibu Yuniar Widati
Bukan muhrim maksudnya.
Ya, Pak. Tp dulu tahun 90an masih umum seperti itu. Sekarang sih sudah tidak banyak yg begitu.
Keren ceritanya, Bu Yuniar. Ditunggu kelanjutannya. salam sukses selalu.
Cerita yang indah, Bu.Tersaji dengan rapi. Keren Bu. Sukses selalu.
Mantul ceritanya bund. Keren. Salam literasi dan sukses bunda.
Dari sebal, malas liat muka berujung sedikit ada rasa suka, keren bucan
Esthi mulai dihinggapi rasa yg berbeda dgn Wasis nih. Ala ala cimon ya. Keren Bunda.
Jadi teringat masa sekolah. Ceritanya selalu keren Bu. Salam SKSS
Selalu hadir dengan beragam cerpen yang syik untuk di ikuti. Semoga segera terbit buku kumpulan cerpennya bu. Tak tunggu kelanjutan crito ne. Sukses selalu dan salam literasi.
Ha ha jadi tersenyum sendiri bun
Mntap ceritanya bunda,, sukses selalu
Ceritanya menarik bunda., Renyah dibacanya, salam sukses selalu
Terima kasih Pak Cahyo. Salam sukses kembali.
Cerita yang keren Bu..mulai ada rasa kangen jika tak bertemu...sukses selalu Bu..
Terima kasih apresiasinya, Bunda. Belum tahu juga itu sebenarnya artinya apa. Salnya masih imut-imut...
Cinta monyet.....keren
wau esthi dan wasis ya..witing tresno jalaran soko kulino...keren bunda...mulai ada benih2 cinta
Keren ustadzah Yuni
Duh, jadi malu saya, Pak. Kisahnya agak alay.
Ahaaa....Esthi mulai ada rasa nih...Mantul bundaa....
Sepertinya Pak ada indera keenam bisa membacaJodoh pasangan tu...biasanya benci tanda cinta tu
Padahal mungkin cuma usil dan isengnya anak-anak saja, Pak, hehehe...
Ha3x . Jatuh cinta nich Tere. Cinta monyet. Dilanjuuuut.....
Cinta anak-anak yang masih imut.
Ah, penasaran ane.
Sengaja Bunda, hahaha... Terima kasih apresiasinya.
Awak follow ya bu
Siap Bunda. saya sudah follow lama, hahaha...
Aduh, lucunya cerita Wasis dan Esthi ini. Sumprit bagus sekali, Bun. Tak sabar menunggu kelanjutannya Bunda. Salam sukses dan salam literasi.
Keren mbak. Semangat berkarya