Mengusik Rasa (7)
#tantanganharike363
#tantangangurusiana
--
“Mau kondangan ke tempat Paklikmu sendiri saja kamu nggak mau antar. Oke, aku ngerti kalau kamu sibuk. Bahkan betapa sering aku periksa ke dokter juga berangkat sendiri, karena aku nggak mau aleman, nggak mau manja. Karena tahu kamu memang repot. Walau sedih, walau malu, ya tetap kujalani. Nggak kuat, ya dikuat-kuatin. Lha kok ada orang lain aleman malah kamu dengan senang hati meluangkan waktu. Terus aku nggak boleh marah?”
Sekar akhirnya mengeluarkan semua isi hatinya melihat Syarif yang masih membisu. Kemarin-kemarin dia menahan diri untuk tidak mengatakan apa-apa walau hatinya merasa marah. Dia hanya tak ingin ribut. Namun kasus salon ini benar-benar menghabiskan kesabarannya.
“Astaghfirullah, Syarif. Sampai setega itu kamu sama istrimu? Kebangeten, kebangeten temen kowe, Nang,” Bu Rifah semakin gemas dan marah pada anaknya itu.
Syarif terkejut dan tertegun. Di hatinya tak sedikit pun terbersit rasa untuk tidak memperhatikan istrinya. Namun Sekar adalah tipe wanita mandiri yang jarang sekali mengeluh dan meminta bantuan padanya dalam hal apa pun. Ketika Sekar diam saja, Syarif juga tidak menawarkan bantuan. Syarif merasa nyaman dengan kondisi saat ini, bisa menyelesaikan urusannya dengan bebas. Sungguh Syarif memang barangkali kurang peka.
Syarif sungguh tidak tahu cara menenangkan dua wanita yang dicintainya yang sedang menangis itu. Dia khawatir kata-katanya malah justru makin membuat mereka berdua marah. Syarif bukan tipe orang yang pandai mengatur kata.
“Barangkali nanti jika melahirkan pun aku nggak akan sambat sama kamu. Aku sudah biasa apa-apa sendiri. Biasa dikira hamil nggak punya suami,” Sekar makin merajuk melihat Syarif yang masih belum bicara apa-apa.
“Ya Allah, Dek. Jangan begitu. Aku sungguh minta maaf. Tapi ini benar-benar hanya salah paham ….”
“Salah paham macam mana lagi. Jelas-jelas kamu nggak ngurusin istrimu malah sibuk dengan perempuan nggak jelas itu. Siapa tadi namanya? Selly? Anak mana dia?” Bu Rifah memotong kalimat Syarif.
“Bu, saya mohon. Izinkan saya menjelaskan,” kata Syarif memelas.
Sekar diam saja. Bu Rifah hanya mendengus mendengar kata-kata Syarif. Tetapi dia juga tidak mengatakan apa-apa.
“Maafkan saya. Tapi saya mungkin memang orang yang kurang peka. Besok lagi jika kamu butuh bantuan, mestinya kamu tinggal bilang. Kalau diam saja, saya nggak tahu kalau kamu sebenarnya ingin kuantar dan kutemani ….”
“Oh, jadi sekarang semua itu malah jadi salahku?” potong Sekar dengan nada tinggi.
“Ya ampun, salah bicara, kan aku. Bukan begitu maksudku,” kata Syarif putus asa.
“Kalimat spontan itu biasanya yang paling jujur.”
“Dek, tolong. Kamu tahu aku bukan orang berpendidikan. Jadi tata bahasaku berantakan. Kamu mestinya tahu persis aku bagaimana. Maksudku, aku memang jenis orang yang kalau tidak dijawil tidak paham.”
Mendengar kata-kata Syarif dan melihat raut wajahnya yang memelas sebenarnya Sekar justru malah ingin tertawa. Dia memang tahu jika Syarif memang tidak pandai bicara. Dia juga merasa ikut andil salah karena dia memang terbiasa mandiri. Namun rasa marah dan cemburu masih menguasainya sehingga dia berhasil bertahan dengan wajah tegangnya.
“Mulai hari ini, aku minta tolong. Beritahu aku apa maumu. Aku pasti manut. Aku pasti menuruti. Kalau kamu diam saja, aku nggak ngerti,” lanjut Syarif.
Sekar membayangkan kata-kata dan gaya bahasa Selly yang memang manja menggoda. Perempuan seperti dia terlihat lemah dan butuh bantuan sehingga membuat banyak orang luluh dan senang hati menurutinya. Beberapa kali dia memang melihat Selly meminta tolong ini dan itu, sesuatu yang bisa dilakukannya sendiri, dan Syarif juga tidak menolak membantunya. Tetapi apakah Sekar harus seperti itu? Sejak kecil dia sudah yatim sehingga dia menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri berkat didikan keras ibunya yang saat ini juga sudah almarhum.
“Soal mengantar Selly ke salon, itu pun bukan kusengaja. Kamu tahu sendiri dia kemarin meminta ikut bareng mau keliling. Sesudah selesai dia minta tolong diturunkan di salonnya Wiwik saja. Katanya janjian dengan temannya. Begitu dia turun, aku juga langsung pergi. Nggak niat ngantar dia, tapi memang lewat, kan?” jelas Syarif kemudian.
Bu Rifah dan Sekar diam saja. Kata-kata Syarif memang terdengar masuk akal. Meskipun demikian mereka berdua masih menyisakan sedikit curiga.
“Percayalah padaku, Dek, Bu. Aku nggak ada niat sedikit pun untuk berbuat aneh-aneh dan menyimpang,” lanjutnya.
“Sudah, sekarang kita salat maghrib dulu, yuk. Biar lebih tenang dan tidak curiga lagi.”
Syarif membantu ibunya yang sekarang sudah lebih tenang untuk bangkit dari tempat duduknya. Dia ingin mengantar Bu Rifah ke belakang, namun Bu Rifah terlihat masih enggan dan menolak.
“Aku bisa sendiri,” katanya.
Syarif membiarkan saja ibunya berlalu. Kemudian dia melihat kepada istrinya yang masih terduduk kaku.
“Masih belum percaya padaku?”
Sekar menghela nafas panjang. Rasanya sulit untuk memutuskan ya atau tidak dalam masalah ini.
“Tamu tidak akan masuk jika tuan rumah tidak membukakan pintu,” kata Sekar kemudian.
“Maksudnya?” Syarif masih belum paham dengan kalimat bersayap dari istrinya itu.
“Perselingkuhan tidak akan terjadi jika kamu tidak memberi peluang dan kesempatan, sekuat apa pun godaan dari Selly, atau siapa pun. Jadi, jika ingin aku percaya, jangan pernah memberiku kesempatan untuk curiga,” jawab Sekar sambil beranjak meninggalkan suaminya yang masih terbengong-bengong.
--
Bersambung
Glosarium:
aleman = manja
Kebangeten, kebangeten temen kowe, Nang = keterlaluan, keterlaluan sekali kamu, Nak.
sambat = minta tolong
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mulai besok, saya harus memata-matai syarif dan shelly,,, haha... Jadi geram deh lihat Syarif... haduh, kumaha iyeu... Lanjutkan mbak Yun.. Sukses selalu
Hahaha... Syarif yang terlalu polos dan Sekar yang terlalu longgar. Terima kasih pak Burhan. Siap lanjutkan.
Sekar harus waspada. Kelihatannya Syarif ini mudah tergoda. Seharusnya Selly dipecat saja karena kurang baik untuk dipertahankan sebagai karyawati. Cerita penuh hikmah dan pembelajaran. Sehat dan sukses selalu Bu Yuniar. Salam literasi.
Tinggal mencari alasan biar tidak terkesan zalim.
Bener Sekar, tamu ga akan msk kl tuan rmh ga welcome hehe... Ceritanya bikin gemeshhh, ga sabar nunggu kelanjutannya... Keren bgt, bu
Siap lanjutkan, Bu.
Selly yg membuat cemburu...cembur pertanda cinta. Keren bu
Lebih ke ngeselin sih, bu, hahaha...
Sepakat dengan Sekar, tamu tidak akan masuk jika tidak dibukakkan pintu. Sehat dan sukses selalu Bu Cantik
Siap bunda. Salam sukses kembali.
udah tau kayak gitu ngk usah dipekerjakan lagi...
Keren cerpennya. Ceritanya semakin menarik, ditunggu kelanjutannya, sukses selalu untuk Ibu
Kasihan Sekar.... Keren cerita Bunda
Semoga sehat dan sukses selalu ya Bun aamiin
Cerpen keren bunda
Waduh Selly cemburu, bikin Syarif nyut-nyutan. Semakin menarik, Bunda. Sukses selalu.
Puyeng puyeng deh, ya bu, hehehe...
Cerpennya keren sekali bunda cantik, ditunggu lanjutannya
Barakallah. Terima kasih Bunda Defi.
Rasane pengen tak jagongi si syariif.....laki" koq gitu bgt
Rasane pengen tak jagongi si syariif.....laki" koq gitu bgt
Gregetan. Ceritanya keren. Mantap Bu.
Siap. Terima kasih bu
Semakin menarik ceritanya bu. Mantab. Sukses selalu dan salam literasi.
Teruma kasih pak Rusman.
Cakep
Terima kasih Bunda.
Sekar harus benar-benar waspada. Keren Bu.
Kisah yang apiik, Bu. Sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Salam sukses.
Konflik rumah tangga biasanya kehadiran orang ke tiga jadi seperti nonton sinetron
Hahaha. Padahal sata nggak suka nonton sinetron Bu.
Ceritanya menarik bunda, lanjut,, salam sukses selalu
Terima kasih Pak Cahyo.
Perselingkuhan tidak akan terjadi jika kamu tidak memberi peluang dan kesempatan, sekuat apa pun godaan dari Selly, atau siapa pun. Jadi, jika ingin aku percaya, jangan pernah memberiku kesempatan untuk curiga, jawab Sekar sambil beranjak meninggalkan suaminya yang masih terbengong-bengong. ...bagus Sekar, suka sekaliaku..tegas memberi jawaban n sebagai peringatan kpg suaminya...keren bunda ceritanya....lanjuuuuttt
Barakallah. Terima kasih Bunda. Siap lanjutkan.
Bagus cerpenny..
Terima kasih bu Heni.
Selalu bikin deg-deg an bunda..pingin segera lanjutnya...sukses bunda Yuniar
Cerpen yang kereen bunda. Sukses slalu
Terima kasih Bu Asmah.
Cerpen yang kereen bunda. Sukses slalu
Keren menewen dan aku jadi pinisirin.... lanjutkan ya bu
Siap lanjutkan Bunda.