Ruwet (2)
#tantanganharike315
#tantangangurusiana
--
“Sebaiknya sampeyan bereskan dulu urusannya. Sebelum itu selesai, saya minta tolong untuk jangan runtang-runtung sama Denok dulu,” kata Kang Pawit kemudian.
“Lha saya nggak merugikan siapa-siapa, kok,” jawab Minto.
“Kata siapa. Saya sudah dengan slenthingan kabar kalau istri sampeyan mau melabrak Denok. Nggak bisa kalau sampeyan bilang nggak merugikan. Keluarga saya jelas rugi. Malu, Mas,” sambung Kang Pawit.
Minto terdiam kembali. Entah apa yang ada dipikirannya. Kang Pawit sebenarnya agak sungkan juga pada laki-laki berusia menjelang lima puluh tahun yang ada di depannya itu. Menasehati adiknya itu mudah. Tapi mengajak bicara orang yang sepuluh tahun lebih tua darinya itu soal lain.
“Saya nggak mau ribut, Mas. Saya cuma ingin minta tolong sampeyan untuk menjaga diri sampeyan sendiri dan Denok dari suara-suara tidak enak. Sampeyan juga punya anak yang seusia sama Denok. Bayangkan kalau anak sampeyan ada dalam posisi Denok sekarang,” lanjut Kang Pawit.
Minto menghela nafas panjang. Sekali lagi dia tidak bisa menjawab argument Kang Pawit tersebut. Jika ini adalah cinta, ini benar-benar cinta yang salah tempat dan salah saat. Minto memang memiliki tiga orang anak. Yang paling besar perempuan sudah menikah dan punya anak. Yang nomor dua juga perempuan walaupun belum menikah juga sudah berumur. Yang paling kecil laki-laki sudah menyelesaikan SMAnya. Makanya terasa aneh ketika Minto menjalin hubungan dengan Denok yang seusia dengan anak perempuannya.
“Nggih, Mas. Saya akan bereskan urusan saya dulu. Saya janji dalam waktu tiga bulan saya akan segera melamar Dek Denok. Sebelum itu, saya tidak akan mengganggu Dek Denok,” kata Minto setelah beberapa saat berpikir.
“Saya pegang janji sampeyan untuk menjauhi Denok. Tapi soal melamar atau soal waktu tiga bulan, saya nggak mau tahu. Biar nanti waktu yang akan menjawabnya,” jawab kang Pawit.
“Kalau begitu, saya permisi. Terima kasih atas waktunya,” kata Kang Pawit kemudian.
Setelah bersalaman dengan Minto, Kang Pawit segera pergi. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya. Di lain pihak dia juga berharap agar Minto bisa dipegang kata-katanya.
Sebenarnya yang membuat Kang Pawit tidak menyetujui hubungan Denok dengan Minto selain karena Minto masih berisitri, juga karena reputasi Minto. Sebagai seorang manol Minto juga terkenal sebagai preman di kampung sebelah. Sejak muda dia sering berkelahi. Memukuli orang yang tidak disukainya juga sering dilakukannya. Memalak sopir angkot dan tukang ojek sudah menjadi pekerjaan sehari-harinya. Entah apa yang dilihat Denok padanya.
Sesampai di rumah Bapak, kang Pawit langsung memberi tahu Denok hasil pembicaraannya dengan Minto. Kali ini dia tidak sambil marah. Denok dinasehatinya baik-baik. Sepertinya Denok bisa menerima. Katanya dia akan menunggu hingga proses perceraian Minto dengan sabar sambil menahan diri untuk tidak bertemu. Kang Pawit dan Bapak merasa sedikit lega.
Hari-hari kemudian berlalu begitu cepat. Sepertinya mereka berdua bisa dipegang janjinya. Selama satu dua bulan ini Kang Pawit sudah tidak diwaduli lagi sama Mamak dan Ragil soal Denok. Kang Pawit sekeluarga merasa cukup tenang. Kemarin selama Denok berhubungan dengan Minto, suasana rumah selalu panas. Denok sering bertengkar dengan Mamak. Kasihan Ragil yang pernah jadi korban keganasan Minto juga.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hehe Denok, mantap Bu. Lanjut, salam literasi
Bagaimana ini si Minto, keterlaluan. Keren cerpennya
Sudah bawaan. Susah hilangnya, Bu.
Semoga selama masa jeda 3 bulan, Minto berubah pikiran dan tidak lagi ngejar Denok,, hehe,, Sukses selalu buk Yun..
Wah semoga batal itu ya Bu Yuniar. Kasihan Denok... masih muda harus seusia juga dengan anaknya Minto. Terlebih lagi Minto mantan preman juga. Cerita penuh hikmah tentang kendali hati. Sehat dan sukses selalu Bu Yuniar. Salam literasi.
Aamiin... Biar waktu yang menjawabnya ya, Bun.
Keren bu... Ditunggu kelanjutannya...sukses selalu
bagaimana nih Denok... keren bun... salam sukses selalu
Duh...semoga Ragil gak diapa-apain... ditunggu kisah selanjutnya Bunda cantik.
Walah... Kok Denok mau ya Bu... Mogaaja nggak jodoh.... Ruwet banget Bu... Hehehe
Untuk sementara Kang Pawit bisa bernapas lega. Semoga sehat dan sukses selalu buat Ibu Yuniar Widati
Kisahnya membuat hati pembaca diaduk-aduk. Keren Bu. Semoga sukses selalu.
Cakep cerpennya buat penasaran, nasip Denok selanjutnya next Bun sukses sll ya
Cerbung baru nih! Keren kisahnya. Masih dekat dgn kehidupan sehari-hari. Sukses selalu, Bun.
Ceritanya selalu membuat hati diaduk. Keren. Mantap. Maaf Bu baru bisa SKSS. Salam bahagia
Manteb dan keren menewen banget cerpennya bu. Sukses selalu dan salam literasi.
Keren ceritanya Bu..
Terima kasih, Bu.
Wah cerpennya ada yang suka memancing emosi saja ya bun
Cerpennya keren, berbagai karakter muncul. Jadi penasaran kelanjutannya bu. Salam sukses
Keren ceritanya bunda. Salam sukses
Mantap cerpennya, bu. Masalah yang diangkat dekat dengan sehari-hari. Lanjuutt... Salam sukses, Bu.
Hmm..bagaimana akhirnya ? Jadi penasaran ..
Keren bunda Yuni.
Bunda Yuniar memang piawai membuat cerbung. Salam literasi
Heran juga ya...apa yang membuat Denok suka dengan Minto yang usianya jauh lebih tua...Penasaran Bun...ditunggu lanjutannya..sukses selalu
Wouoww konfliknya semakin memuncak lagi nii... Kerennn Bu
Terima kasih, Pak.
Cerita yang menarik jadi geregetan..sukses selalu bun
Keren cerpennya, sukses dan salam literasi Ibu..
Terima kasih Pak. Salam sukses kembali.
Ruwet-ruwet mengapa Denok memilih Minto. Karena cinta itu buta. Keren mbak ceritanya. Telat membacanya, ruwet juga ini.