Yuniar Widati

Guru Bahasa Inggris MTs Negeri 3 Magelang yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Perpustakaan. Sangat suka membaca dan masih terus belajar menulis. Cukup ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tegar (15)
Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/608478599638999424/

Tegar (15)

#tantanganharike301

#tantangangurusiana

--

“Dia sudah pernah meninggalkanmu,” kata Ibu lirih.

Elia hanya menunduk. Dia tidak bisa menjawabnya. Fakta itu tidak bisa dihilangkan. Memang benar Setyo dulu pernah meninggalkannya, walaupun hal itu terjadi jauh sebelum ada ikatan apa pun antara mereka.

Di awal pertemuannya dengan Setyo dahulu Elia memang sudah memikirkan hal itu. Dia pernah merasakan perih kala ditinggalkan dahulu. Meskipun demikian kehadirannya sesungguhnya seperti mendapatkan kembali sesuatu yang sangat disayangi miliknya yang pernah hilang. Ada rasa gembira yang tidak dapat dijelaskan. Elia bisa menghibur diri bahwa dahulu perpisahan itu bukan kesalahan siapa pun diantara mereka berdua.

Namun tidak dapat dimungkiri bahwa kebahagiaan dan restu Ibu tetap menjadi pertimbangan utama bagi Elia. Dia tidak ingin merasa gembira sementara Ibu tidak ikhlas. Elia ingin apa pun keputusannya mendapat ridha dari Ibunya.

Elia teringat percakapannya dengan anaknya. Hafshah yang awalnya menjadi salah satu sumber kegundahan Elia ternyata bisa menerima Setyo tanpa drama. Beberapa kali pertemuan lengkap dengan anak-anak Setyo cukup membuat dia nyaman. Dua anak Setyo yang sedikit lebih besar darinya memperlakukannya dengan baik selayaknya adik.

“Aku tahu Mamah suka sama Om Setyo.” Dia justru yang membuka percakapan.

Elia sedikit kaget mendengar kalimat Hafshah. Betapa dia merasa kesulitan menyusun kalimat untuk menanyakan itu pada Hafshah, tetapi justru anak itu sudah mengambil kesimpulan sendiri.

“Trus?” pancing Elia.

“Aku, sih, oke aja,” jawabnya cuek sambil mengangkat bahu.

Lagi-lagi Elia kaget dengan jawaban anak umur tujuh tahun itu. Sedikit terdengar dewasa jika melihat usianya. Namun dia mengucapkannya dengan santai sambil main game di gawai ibunya. Dia seperti tidak tahu jika kata-katanya menimbulkan badai di hati Elia.

Lain lagi dengan reaksi Emma. Adiknya itu justru terdengar heboh ketika mengkonfirmasi hal tersebut pada Elia. Kalimat awal yang diucapkan Elia pelan-pelan untuk meminta pendapatnya justru mendapat berondongan pertanyaan yang membuat Elia kewalahan menjawabnya.

“Setyo yang itu?”

“Iya.”

“Yang meninggalkanmu untuk menikah dengan anak atasannya?”

“Dia harus memikirkan karirnya, Dek.”

“Trus kenapa dia jadi duda? Cerai?”

“Meninggal.”

“Kapan?”

“Tiga empat tahun yang lalu.”

“Ada anak?”

“Dua. Dek, kamu kayak polisi.” Elia menjawab sambil tertawa.

“Biarin. Aku harus memastikan semuanya,” jawab Emma serius.

“Masih nggak merokok?”

“Kayaknya.”

“Salatnya?”

“Setahuku masih rajin seperti dulu.” Pertanyaan Emma semakin membuat Elia geli.

“Besok dicek hafalan juz Ammanya hafal berapa surat.” Elia semakin tergelak.

Ujung dari percakapan via telepon itu ternyata positif. Emma memberi Elia lampu hijau. Setelah memantabkan diri, Hafshah tidak masalah dan Emma walau cerewet akhirnya mengizinkan, Elia tinggal menunggu kelegaan Ibu. Akan tetapi sepertinya Ibu kurang setuju.

Elia menghela nafas panjang. Seberapa pun dia menginginkan sesuatu, jika Ibu tidak mengizinkannya, Elia tidak akan memaksa. Semenjak kecil dia sudah terbiasa menjadi anak yang patuh pada kedua orang tuanya, terutama pada Ibu.

Elia mendekati Ibu. Diraihnya tangan wanita sepuh itu. Diciumnya dengan takzim.

“Ibu. Jika Ibu tidak ridha, saya tidak akan memaksa,” kata Elia kemudian.

--

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wajar ibunya masih ragu, lebih takut anaknya kecewa lagi.

08 Jan
Balas

Betul sekali, Bu.

08 Jan

Semoga ibunya merestui. Keren ceritanya, Bu. Sukses selalu.

07 Jan
Balas

Aamiin... Betul Bu. mungkin hanya butuh waktu. Salam sukses kembali.

08 Jan

Wah endingnya menggantung ya Bu

07 Jan
Balas

Masih bersambung, Bu.

07 Jan

Sepertinya saya ketinggalan episode yg ini.. hehe. Saya malah menikmati dulu episode setelah yg ini.. gpp wis. Yg penting kisahnya makin menawan.

08 Jan
Balas

Soalnya bareng sama artikel lomba Bu. Barangkali jadi terselip, hehehe...

10 Jan

Theklek kecemplung kalen dong. Kembali ke sang mantan. Bikin penasaran endingnya. Sukses jeng

07 Jan
Balas

Iya, Bu, hehehe... Hayuk dilanjut, Bu.

08 Jan

Theklek kecemplung kalen dong. Kembali ke sang mantan. Bikin penasaran endingnya. Sukses jeng

07 Jan
Balas

Theklek kecemplung kalen dong. Kembali ke sang mantan. Bikin penasaran endingnya. Sukses jeng

07 Jan
Balas

Kerennn...telat baca saya Bun...he..he..

09 Jan
Balas

Cerpennya mantab keren bu, endingnya harus tetap minta ridha ibu. Semoga sehat dan sukses selalu

07 Jan
Balas

Terima kasih apresiasinya, Pak. Iyes, harus terang benderang semua. salam sehat dan sukses kembali, Pak.

08 Jan



search

New Post