SEHANGAT KOPI BUAT BAPAK
#Tantangan ke-59
#Cerpenlanjutantamat
SEHANGAT KOPI UNTUK BAPAK
Kepulan kopi pahit kesukaan bapak sudah kuseduhkan, ditemani sepiring kue serabi yang aku beli di warung tetangga. Bapak kelihatan senang, karena aku sudah bisa memberi kejutan buat bapak secangkir kopi, tak hanya itu mungkin bapa senang ketika aku bangun tanpa disuruh dan digendong lagi seperti setahun yang lalu.
“Pak, ayo segera dandan!” pintaku. “Kan kopinya belum diminum.” Jawabnya. Aku bahagia melihat bapak meneguk kopi tanpa beban dalam pikirannya.
“Nah, sekarang kopi dan serabi sudah bapak habiskan. Bapak akan cerita sesuai janji semalam.” Kata bapak. Aku hanya mengangguk saja tanda setuju.
“Kamu harus tahu, mengapa bapak meninggalkan ibumu. Bapak dan ibu saling menyintai saling menyayangi semenjak sekolah di SMA, bapak sama ibumu beda dua tahun. Kami berdua satu sekolah yang sama. Kemanapun kami selalu bersama. Tapi sayang nenekmu tidak setuju, karena bapak orang yang sebatangkara, hanya kakekmu saja yang setuju bapak kawin sama ibumu. Kakekmu sangat baik, bapak dinikahkan oleh kakekmu dengan sangat sederhana, karena ketidak setujuan nenek. Setelah dua tahun berumahtangga baru dikaruniai anak satu-nya perempuan. Ketika itu bapak sudah pisah rumah yang dibangun kakekmu dengan satu toko kelontong.” Masih mau mendengar tanya bapak. Aku mengangguk saja.
“ Setelah kakekmu membangunkan rumah buat bapak dan ibumu, kakek meninggal. Ketidaksetujuan nenekmu semakin menjadi, ibumu akan dinikahkan dengan orang kaya masih tetangga, ibumu tidak mau. Ibu selalu didesak suruh bercerai dengan bapak. Bapak yang mengalah. Makanya berpisah.” Tak terasa air mataku melintas dipipi dengan derasnya. Aku mengerti mengapa bapak kukuh tidak mau pulang, dan mengapa ibu masih saja sendiri.
“Tapi, Pak, sekarang ibu sakit keras! Sekali saja bapak tengok ibu!” aku memaksa bapak sambil bersujud pada kakinya. “Ibu mau minta maaf, atas kesalahan nenek yang telah tiada, Pak!” Bapak tetap duduk di kursi malasnya. Aku masih memegang tangan bapak, dan menatap wajah bapak. Bapak tertunduk, lalu pergi ke arah kapstok tempat menggantungkan celana panjangnya.
Tak lama kemudian bapak pergi ke rumah Pak Amir, dan membawa pulang sepeda motor. Tak lama kami siap berangkat pulang membawa bapak ke rumah ibu. Dalam perjalanan yang memakan waktu satu jam kami tak banyak bicara, hanya wajah ibu yang sumringah yang aku bayangkan, bahagianya bisa membawa bapak pulang.
Ibu tersenyum indah dalam balutan kain kapannya, ketika aku bisa membawa pulang bapak. Dan ketika bapak dapat membimbing aku menuju insan dewasa bersama sepupu ibu
#Tamat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ya, Allah,sedih Bun baca cerpennya. Mantap!
Baguss
Sedih Bu akhir ceritanya
Bagus Bu
Bagus cerpennya ada suspense pada endingnya