Yunita Kirnawati

Guru SMA Negeri 1 Tanjungpinang Kepulauan Riau...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kisah Duo Sulung yang Keras Kepala

Uti adalah cucu pertama seorang pensiunan TNI/AD. Sejak ibunya hamil anak kedua, Uti lebih sering dibawa pulang kampung oleh kakek neneknya. Uti kecil mulai beradaptasi dengan didikan kakek neneknya. Sehingga ketika ayahnya gugur di medan juang, meski sangat kehilangan, Uti sudah memiliki tempat bersandar, kakeknya. Dia tidak canggung lagi karena sudah dibiasakan dengan suasana di tempat tinggal yang baru, bukan lagi di asrama prajurit.

Kakek dan nenek Uti merawat Uti penuh kasih sayang. Untuk urusan sekolah, kakeknya lebih banyak berperan karena sang kakek dititipi amanah oleh menantunya sebelum berangkat ke medan pertempuran kala itu.

Uti kecil beranjak remaja. Tiba waktunya dia masuk SMP. Sang kakek mencari sekolah negeri favorit dengan harapan cucunya bisa belajar dari anak-anak pintar.

Tanggapan Uti ketika tahu kakeknya mendaftarkan dirinya di sekolah yang tidak ada teman bermainnya, protes. Dari kecil sang kakek mengajarkan Uti untuk berani mengemukakan pendapat. Jadi ketika ada hal yang tidak disukai atau disetujui, Uti tanpa ragu mengutarakannya.

Meski Uti protes, kakek yang sudah mendidik dan merawat Uti dati kecil, tahu kapan harus keras kepada Uti. Akhirnya Uti masuk ke sekolah pilihan kakek.

Satu semester berlalu, Uti mendapat rangking tiga. Uti kaget. Padahal dia siswa pindah rayon dan dari kampung, ternyata bisa juga bersaing dengan anak-anak kota yang pintar.

Sang kakek bertanya, "Gimana? Jadi pindah sekolah? Yok kita urus".

Uti dengan sigap menjawab, " Gak mau, Kek. Uti sudah betah. Kawan Uti banyak. Gurunya asik, pelajarannya asik".

Uti waswas tawaran kakeknya tidak main-main.

"Makanya, apa-apa itu kalau belum tahu, jangan protes dulu. Kakek sudah survey beberapa sekolah untuk Uti. Agar Uti bisa belajar lebih baik", jelas kakek.

Uti langsung memeluk kakeknya tanda ucapan terima kasih.

***

-Dua puluh sembilan tahun kemudian-

Uti sudah menjadi seorang ibu. Sudah tiba waktu anak sulungnya masuk SMP. Uti survey beberapa SMP negeri. Dengan berbagai pertimbangan, pilihan Uti jatuh ke SMPN 1. Ketika Uti mendaftarkan anaknya, penolakan frontal muncul. Si sulung tidak mau masuk ke sekolah itu karena dia mau bergabung dengan teman-temannya di SMPN 4. Dia beralasan di sekolah pilihan Uti tidak ada temannya.

Uti bagai masuk ke lorong waktu. Ingatakannya kembali ke 29 tahun sebelumnya. Kok bisa sama alasannya? Heheheh. Dengan berbagai cara akhirnya si sulung menyerah dan mau bersekolah di tempat pilihan Uti.

Satu semester berlalu. Si sulung bagai lupa dengan penolakannya dulu. Uti bertanya, "Bagaimana, Bang? Jadi pindah? Ibu urus nih surat-suratnya".

Si sulung menjawab, "Gak usah lah, Bu. Enak sekolah di sini".

Hmmmmm bang...bang.. sama persis dengan ibu ketika seusia kamu. Belum apa-apa sudah protes.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren

24 Feb
Balas

Terima kasih, Bu

25 Feb

Cerita yang menarik Bunda

24 Feb
Balas

Terim kasih, Bu.

24 Feb



search

New Post