Selamat Ulang Tahun, Febo
Hari ke-767
#TantanganGurusiana
Sabtu, 19 Februari 2022
“Sebenarnya Febo itu gak nakal, cuma usil”, kata temanku Uti waktu itu.
“Kamu kalau membela harus realistis juga dong. Ngempesin ban motor guru itu gak nakal ya? terus nakal itu seperti apa?”, responku jutek.
***
Begitulah percakapanku dengan Uti siang itu. Aku kadang heran sama Uti. Febo selalu baik di matanya padahal kelakuan anak itu uh! minta ampun. Pernah suatu kali Febo diproses di ruang BK karena berkelahi dengan kawan sebangkunya gara-gara masalah sepele. Eh, Uti malah bilang bukan Febo yang mulai. Ih jangan-jangan Uti naksir Febo.
Entah kenapa aku selalu antipati mendengar Uti menyebut nama Febo. Meski sekelas dengannya, aku lebih memilih tidak punya kontak dengan anak itu. Bagiku dia biang keributan dan sumber masalah. Sementara aku suka kondisi kelas yang tenang. Bagiku lebih baik Febo bolos sekolah, kelas terasa adem dan menyenangkan.
***
Suatu siang aku pulang sekolah naik angkot karena sopir papa sakit dan mobil dimasukkan papa ke bengkel. Di angkot aku bertemu Febo. Yah, ketemu dia pasti ketemu masalah nih, gumamku. Aku lebih memilih tidak menatap dan tidak menyapanya. Aku berpura-pura tidak melihatnya. Sekitar lima belas menit kemudian tiga laki-laki naik. Wajah mereka lusuh dan kumal, persis preman mabuk. Mereka langsung mengambil tempat duduk berpencar. Perasaanku mulai tidak enak. Benar saja. Salah satunya pindah duduk ke sebelahku. Aku mulai gemetar tetapi berusaha tetap tenang. Sebuah benda runcing terasa menusuk-nusuk pinggangku. Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Mereka begal!
Febo tiba-tiba minta supir berhenti. Sambil menarik tanganku dia berkata, ”Udah kita turun di sini. Belagu kamu pakai ngambek segala. Turun! Kita selesaikan di rumah”.
Aku merasa kesal dengan bentakan itu. Apa-apaan sih Febo. Sok akrab banget. Kutepis tangannya. Melihat itu preman yang duduk di sebelahku langsung berkata, “Woi, jangan kasar kau sama cewek. Sok jagoan kau”.
Febo membalas dengan kalimat yang tak kalah sengit. Preman itu tersinggung. Sebuah belati diayunkannya ke arah Febo. Dia mengelak tetapi lengan kirinya terkena sabetan cukup dalam. Aku segera melompat turun ketika angkot tiba-tiba berhenti. Febo tak lengah melompat juga. Dia menarik baju preman itu agar ikut turun. Ketika tarik-tarikan terjadi, angkot diperintahkan kabur oleh dua preman lainnya.
Darah mengalir deras dari lengan Febo. Aku segera mencegat taksi yang kebetulan lewat dan melarikan Febo ke rumah sakit terdekat.
***
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Febo sudah berada dia ruang rawat inap setelah menjalani tindakan di ruang operasi. Hanya ada aku dan dia karena kedua orang tuanya sedang bertugas di luar kota. Beberapa saat kemudian Uti datang. Dia menangis melihat keadaan Febo.
“Kenapa bisa begini, Rin? Kok Febo bisa sama kamu? Katanya kamu gak suka sama dia”, Uti nyerocos terus bikin aku kesal.
“Aku juga gak tahu kenapa bisa bareng si biang masalah ini”, jawabku kesal.
“Kok kamu ngomong gitu sih, Rin? Febo salah apa sama kamu?”, Uti makin ngeselin.
Meski memendam amarah pada Uti karena kalimatnya sungguh membuatku tak nyaman, kuceritakan kronologis bagaimana semua ini terjadi.
Uti minta maaf padaku karena salah duga.
“Udahlah, Ti. Gapapa. Aku ngerti kamu takut kehilangan Febo. Maaf ya. Semua ini terjadi tanpa sengaja”, kataku.
Febo perlahan membuka matanya. Aku senang dia sudah siuman. Aku bisa bergerak pulang, kan sudah ada Uti.
“Maafkan sikapku selama ini ya, Rin. Aku tahu kamu sedikitpun tidak pernah suka padaku,” kata Febo.
Aku merasa serba salah mendengar ucapannya.
“Aku juga minta maaf. Kamu jadi nginap di sini karena menolongku”, jawabku.
“Gapapa, Rin. Ini bukan salah kamu. Aku aja yang lagi apes”, kata Febo.
Anak ini ternyata tidak seperti yang kuduga. Ternyata orangnya baik persis kata Uti.
“Tadi aku lihat kamu naik angkot itu. Aku sengaja ikut. Niatku mau ngajak kamu dan Uti makan malam. Hari ini aku ulang tahun. Aku sengaja menunggu di luar sekolah karena tadi aku kan bolos heheh. Ternyata kita harus merayakan di sini kayaknya ya hehehe”, seloroh Febo.
Ya ampun! Berarti Febo tahu aku tadi pura-pura tidak melihatnya. Ya tuhan! betapa sombongnya aku. Aku jadi malu.
“Aku minta maaf ya. Selama ini gak pernah menganggap kamu karena aku gak suka orang urakan, gak disiplin dan suka bolos”, jelasku.
“Ya, aku tahu. Uti udah cerita kok. Uti itu sepupuku. Orang tuaku menitipkan pesan pada Uti agar dia selalu menjagaku, mengingatkanku, dan memperhatikan tugas-tugas sekolahku”, kata Febo.
“Kok kayak anak kecil dijagain? Aku kira kalian pacaran”, ujarku.
Seketika kami terbahak.
Tidak lama menu ulang tahun pesanan Febo datang. Menu yang sudah sedia di sebuah restoran dipindahkan ke ruang inap rumah sakit. Kami merayakannya bertiga sesuai rencana Febo.
Aku pulang dari rumah sakit sekitar pukul sepuluh malam dijemput papa.
‘Terima kasih banyak, Febo. Uti benar, kamu sebenarnya anak baik dan penyayang. Kamu hanya kurang perhatian karena orang tuamu terlalu sibuk. Terima kasih atas pertolonganmu. Aku takkan pernah lupa. Selamat ulang tahun, ya. Semoga kamu segera sembuh’, tulisku di pesan Whatsapp.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar