PJJ antara Dilema dan Kenyataan

Oleh : Yunita Kwararani M.Pd

Guru SDI Al Ikhlas Cipete

.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) adalah kalimat yang viral saat ini. Pandemi membuat Pembelajaran Jarak Jauh menjadi suatu kewajiban. Mengutamakan kesehatan adalah alasan yang masuk akal untuk melaksanakan PJJ.

Persepsi tentang pembelajaran jarak jauh harus disamakan antara guru dan orang tua agar pelaksanaannya menjadi menyenangkan. Pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan di sekolah kami adalah anak belajar selayaknya mereka ke sekolah hanya berbeda ruang. Gurunya di rumah atau di sekolah, siswanya di rumah. Kami bertemu via aplikasi zoom. Jadwal sekolah merekapun tidak sepanjang sekolah biasa. Siswa dan guru bertemu mulai pukul 08.00 sampai pukul 12 siang. Waktu istirahat diberikan selama 30 menit. Guru menjelaskan pelajaran seperti layaknya di kelas, siswa mengerjakan latihanpun seperti mereka belajar di kelas. Pembedaannya adalah kami saling pandang dalam alat pembelajaran masing-masing.

Banyak orang tua yang kecewa dengan PJJ yang mengharuskan anak menyelesaikan tugas dengan bantuan penuh dari orang tua. Terbayangkan untuk orang tua yang keduanya bekerja. Guru hanya mengirimkan tugas lalu siswa mengerjakan dan memngirimkan tugas via wa dalam bentuk video ataupun foto hasil pekerjaan siswa. Atau guru mengirinkan link video dan siswa belajar dari video tersebut. Guru tak punya feedback apakah siswa memahami atau tidak materi yang diberikan saat itu. Feedback yang didapat hanyalah dari latihan soal yang diberikan. Tak peduli latihan soal itu di kerjakan siswa secara mandiri atau malah bantuan penuh dari orang tua.

Pembelajaran yang diterapkan di sekolah kami, membuat orang tua tidak terlalu banyak turun tangan membimbing anaknya di rumah. Mereka hanya menyiapkan alat pembelajaran untuk anak-anak dan memastikan anaknya sudah masuk ke dalam kelas di aplikasinya. Latihan di koreksi bersama guru. Orang tua tak harus membantu anak menjawab pertanyaan dan mengerjakan latihan karena guru memantau anak-anak mengerjakan soal dalam pembelajaran.

Jadwal pelajaran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik tetap mendapatkan materi dan tugas dari guru bidang studi. Proses pembelajaran seperti ini tetap memerlukan pemgorbanan dari guru dan orag tua, yaitu kuota dan wifi. Kami sudah melakukan survei dan inilah pembelajaran yang paling tepat untuk anak didik kami. Tetap melaksanakan tatap muka meski via zoom.

Kegiatan pembelajaran di sekolah kami belum tentu cocok diterapkan di sekolah lain. Siswa dan guru harus mempunyai kuota yang cukup atau wifi agar pembelajaran berjalan dengan aman dan terkendali. Untuk sekolah yang peserta didiknya tak mempunyai wifi atau kuota full di smartphone nya, tetap laksanakan PJJ yang menyenangkan. Lakukan tatap muka dalam menyampaikan materi minimal satu kali dalam sepekan. Sapaan dari guru akan menambah motivasi anak-anak dalam belajar. Satu hal yang paling penting adalah, pembelajaran harus dilakukan dengan gembira. Tidak melulu mengejar anak untuk mengerjakan tugas yang banyak dengan alasan target pengisian buku paket. Lakukanlah pembelajaran yang tidak memberatkan siswa dan orang tua.

Apapun bentuk pembelajarannya, saya yakin, semua pendidik punya tujuan yang sama, mendidik anak-anak menjadi generasi yang berjiwa pemimpin, cerdas, dan berakhlakul karimah.

Selemat mendidik dengan hati ya gaes.

Jangan lupa menulis, karena menulis itu keren