KELAS DEKAT POHON MANGGA TUA
Di sudut sekolah, tepatnya di kelas XI yang bersebelahan dengan pohon mangga tua, kejadian aneh sering terjadi. Beberapa siswa dari kelas lain sudah mengalami kesurupan dalam beberapa hari terakhir. Namun, saya tetap masuk kelas seperti biasa, mencoba menjaga suasana tetap kondusif.
Hari itu, suasana terasa berbeda. Saat saya menjelaskan materi, seluruh siswa diam tanpa suara, tak ada yang bergeser sedikit pun dari tempat duduknya. Tatapan mereka lurus ke arah saya, seolah ada sesuatu yang membuat mereka enggan bergerak.
Tiba-tiba, dari kelas sebelah terdengar suara gaduh—seseorang kesurupan lagi. Saya berusaha tetap tenang dan melanjutkan pelajaran. Namun, saat saya berbalik untuk menulis di papan tulis, terdengar bunyi sepatu menghentak lantai. Saya segera menoleh, tapi tidak ada satu pun siswa yang bergerak. Semua masih dalam posisi semula, diam dan membisu.
Saya mencoba mengabaikan dan kembali menulis, tetapi suara itu terdengar lagi, lebih keras kali ini. Saya berbalik cepat, tapi tetap tidak ada yang melakukan apa pun. Rasa tidak nyaman mulai menganggu.
Ketika saya melanjutkan menjelaskan, salah seorang siswa di bangku depan tiba-tiba mengejang ringan, seperti ada yang mencoleknya dari belakang. Wajahnya mendadak pucat, dan bibirnya mulai bergerak membaca doa. Saya masih berusaha tetap profesional, tapi keanehan berikutnya terjadi.
Sebuah suara tangisan terdengar di dalam kelas. Awalnya lirih, tapi semakin lama semakin kencang. Saya menoleh ke siswa-siswa perempuan, beberapa dari mereka terlihat saling menatap dengan wajah tegang.
"Siapa yang menangis?" tanya saya.
Tak ada yang menjawab. Mereka hanya menggeleng pelan, tampak kebingungan dan ketakutan. Beberapa siswi berujar, "Ibu dengar juga suara tangis itu?
Saya mencoba mencairkan suasana dengan bercanda, "Mungkin hantunya ingin belajar juga."
Beberapa siswa tersenyum kaku, tapi saya bisa merasakan ketegangan di kelas. Saat saya kembali menulis di papan, tiba-tiba tubuh saya merinding hebat. Leher bagian belakang terasa dingin, dan bulu kuduk saya berdiri. Ada sesuatu yang salah.
Saya mulai merasa tidak nyaman, ingin segera keluar dari kelas. Namun, entah kenapa, saya tidak berani membalikkan badan. Saya berjalan menyamping membelakangi siswa, lalu melangkah keluar kelas menuju kamar kecil.
Dua orang siswa mengikuti saya, tampak khawatir. Salah satu dari mereka, seorang anak laki-laki yang dikenal sering membantu menangani kesurupan di sekolah, bertanya, "Ibu, apakah ibu baik-baik saja?"
Saya mengangguk, meski hati saya masih berdebar.
Anak itu lalu berkata dengan suara pelan tapi tegas, "Ibu... tadi saya melihat ada yang berdiri di belakang ibu saat di kelas."
Darah saya seolah berhenti mengalir. Saya menelan ludah dan mencoba tetap tenang.
Hari itu, saya tidak kembali ke kelas itu. Sa. Sejak saat itu, saya tahu, ada sesuatu yang menghuni sudut kelas dekat pohon mangga itu—sesuatu yang tak terlihat, tapi jelas ada.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar