Yupriana Asis, M.Pd

I'm a teacher, that's why I'm happy...

Selengkapnya
Navigasi Web
PANGGUNG DEDIKASI IBU RIANA

PANGGUNG DEDIKASI IBU RIANA

Tahun 1993, Ibu Riana melangkah masuk ke SMAN 3 sebagai guru baru. Semangatnya membara, bukan hanya untuk mengajar di kelas, tetapi juga untuk membimbing siswa di luar pelajaran formal. Ketika melihat ada kesempatan membina ekstrakurikuler, ia langsung tertarik. Drama dan vocal group menjadi pilihannya.

Namun, tantangan segera menghadang. Mengumpulkan siswa untuk latihan tidak semudah yang dibayangkannya. Banyak yang datang terlambat, ada yang tiba-tiba absen tanpa alasan, dan sebagian masih ragu apakah mereka mampu tampil di hadapan banyak orang. “Bu, saya malu kalau nanti suaranya sumbang,” ujar salah satu anggota vocal group. Yang lain mengeluh, “Latihannya kok sering, Bu? Saya juga ada tugas sekolah.”

Tak hanya soal kedisiplinan, koordinasi dalam tim pun menjadi masalah. Dalam latihan drama, ada siswa yang terlalu dominan ingin mengatur segalanya, sementara yang lain justru pasif. Perdebatan sering terjadi, dari pemilihan peran hingga cara menyampaikan dialog. Begitu pula di vocal group, menyeimbangkan harmoni suara agar terdengar padu menjadi tantangan tersendiri. Berkali-kali Ibu Riana harus melerai dan mengingatkan bahwa kerja sama adalah kunci.

Belum lagi soal properti. Untuk drama, mereka membutuhkan kostum dan berbagai perlengkapan panggung, sementara untuk vocal group, mereka harus tampil seragam agar terlihat lebih rapi dan profesional. “Bu, sewa kostumnya mahal,” keluh salah satu siswa. Akhirnya, Ibu Riana bersama beberapa siswa berinisiatif mencari cara lain—meminjam dari sekolah lain, meminta bantuan orang tua, bahkan membuat beberapa properti sendiri dengan bahan sederhana.

Latihan panjang dan melelahkan. Kadang, Ibu Riana merasa kehabisan tenaga menghadapi berbagai tantangan ini. Namun, setiap kali melihat semangat siswa yang mulai tumbuh, ia kembali bersemangat. Apalagi saat mereka mulai menyadari bahwa kerja keras mereka membuahkan hasil.

Puncaknya adalah saat drama yang mereka pentaskan meraih juara 2 tingkat kabupaten. Sorak kegembiraan terdengar di seluruh ruangan. “Bu, kita berhasil!” teriak salah satu pemain utama sambil memeluknya. Begitu pula dengan vocal group—ketika mereka terpilih tampil dalam malam puncak peringatan kemerdekaan RI di rumah jabatan bupati, rasa bangga menyelimuti seluruh tim. Saat suara mereka mengalun indah di panggung megah, Ibu Riana berdiri di belakang layar dengan mata berkaca-kaca. Semua kerja keras, lelah, dan pengorbanan terbayar lunas dalam momen itu.

Sejak saat itu, tak ada lagi keraguan dalam hatinya. Ia tahu bahwa menjadi guru bukan hanya soal mengajar di kelas, tetapi juga tentang membimbing, menginspirasi, dan melihat siswanya bersinar. Tantangan akan selalu ada, tetapi kebahagiaan yang ia rasakan setiap kali siswanya mencapai sesuatu jauh lebih besar daripada lelah yang ia rasakan. Panggung itu bukan hanya milik siswa—itu juga menjadi panggung dedikasinya sebagai seorang guru.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post