Yuri Indah Marminingtias

Dirimu adalah arsitek hidupmu....

Selengkapnya
Navigasi Web
Muhammad

Muhammad

Tak ada yang lebih aneh daripada terbangun pada sebuah pagi menjelang siang dan mendapati dirinya penuh mengingat mimpi yang baru saja turun dalam lelap semenit yang lalu. Ia seorang siswa Madrasah Aliyah Negeri sekaligus santri di sebuah Pondok Pesantren yang tidak terlalu terkenal di sebuah Dataran rendah. Ia merupakan siswa yang rajin masuk sekolah dan Santri yang selalu taat kepada perintah ustadznya. Pagi itu dia bermimpi bertemu Muhammad. Bagaimana bisa?

Inilah yang dikerjakannya setiap hari. Berangkat sekolah terlambat, tidur di dalam kelas saat jam pelajaran berlangsung namun tak pernah absen saat jam sholat berjamaah dimulai. Teman satu bangkunya juga tak pernah tahu pasti apa alasan yang membuat dia bersikap seperti itu. Gendut. Teman-temannya memanggilnya demikian. Di pondok dan di sekolah nama itu cukup populer. Maklum jarak antara sekolah dan pondoknya sangat dekat. Sekitar 200 meter. Sebenarnya tubuhnya tidak terlalu gemuk. Anaknya tinggi dan berisi. Dibanding teman terdekatnya dialah yang paling besar. Mungkin karena itu dia dipanggil Gendut. Kulitnya coklat dan bersih, namun ada beberapa jerawat yang bermunculan di wajahnya. Rambut yang awut-awutan maskipun tertutupi peci, tetap saja nampak. Seragam yang digunakannya rapi, hanya saja tidak dimasukan jadi kerapiannya berkurang.

Pencerita mimpi pagi itu sangat baik kepada dirinya. Tentu saja ia heran, dirinya yang selama ini menganggap dunia zaman dulu abstrak. Dia harus menjadi seorang yang abstrak pula, tiba-tiba menjadi orang yang terpilih bertemu Rasulullah dalam mimpinya. Ia tak tahu apa artinya, tapi mimpi itu sangat jelas. Hanya satu yang tak jelas, omongan dan wajah Muhammad.

Telah 5 tahun lebih dia menimba ilmu di Pondok pesantren. Pagi itu saat ia bermimpi bertemu Muhammad adalah hari dirinya tertidur pulas di kelas. Tak ada guru yang masuk ke kelas X2 saat itu. Bukan karena gurunya tak mau masuk, namun saat itu guru yang bersangkutan mendapatkan tugas keluar sekolah untuk mengikuti Diklat di Kabupaten. Kesempatan bagi si Gendut untuk mengisi hari itu dengan tidur di kelas. Dia akan terbangun pada pukul 11.30 siang nanti, saat jam sholat duhur berjamaah akan dimulai.

Namun tidak untuk hari ini, dia terbangun lebih awal. 10.30 dia sudah terbangun dari dunia mimpinya. Kelas sepi, tercium aroma tanah dengan denting gerimis yang terdengar hingga ke dalam kelas. Matanya terbuka, benar-benar kosong. Bukan mimpi. “kemana teman-teman? Apakah sekarang sekolah pulang lebih awal? Wah.. janagan-jangan aku telah ditinggal?” gumam gendut dalam hati. Lekas-lekas dia beranjak dari tempat tidurnya yang terbuat dari beberapa deret bangku dari beberapa temannya.

***

Saat terbangun, ia melihat pemandangan di balik pintu yang terbuka sedikit. Ia melihat pemandangan matahari kemerahan di balik jendela. Gerimis serta aroma tanah yang tercium semerbak hingga ke dalam rumah. Ia mengingat-ingat, apakah saat itu pagi atau senja. Usianya baru 7 tahun, tetapi ia sangat rajin. Apalagi urusan sekolah. Dia pasti nangis kalau bangun terlambat. Anti datang terlambat, tugas-tugas sekolah selalu dikerjakan tepat waktu. Ibunya tiba-tiba muncul di balik pintu kamarnya., “khol, bangun.. sudah pukul delapan.” Kini ia tahu, dirinya terbangun pada sebuah pagi di hari libur. Ia tak bergegas, mengingat-ingat mimpinya satu menit yang lalu. Sebuah mimpi yang jelas. Wajah Muhammad dalam mimpinya.

Sehabis mandi dan sarapan pagi, Kholidi kecil mengambil bola dan sepatu kesayangannya. Teman-temannya berteriak memanggil-manggil namanya di depan rumah. Mengajak pergi ke lapangan dekat suaru tempat dia belajar membaca al-quran disetiap senja. Meskipun gerimis, namun itu tak mengecilkan semangat kholidi untuk bermain bola bersama teman-temannya. Selesai bermain bola, ia tak langsung pulang melainkan masih bermain ke sawah dekat rumah salah seorang temannya. Di sana ia bisa menikmati buah jambu yang bisa memuaskan dahaganya setelah bermain bola hampir berjam-jam.

Dia diijinkan bermain di luar rumah dengan batas pada pukul setengah 2 dia harus di rumah. Jika tidak ibunya akan marah dan tidak mengijinkannya lagi bermain. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Itu artinya dia harus segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, tanpa perintah dari sang ibu dia langsung mandi dan menuju tempat sholat. Setelah sholat duhur selesai dia melanjutkan dengan tidur siang. Kembali wajah itu hadir dalam tidurnya. Kini dia berpetualang jauh dalam dunia mimpinya.

“khol.. bangun. Ayo mandi. Sholat asar dulu, sebentar lagi magrib dan kamu harus segera ke surau” terdengar suara Bu Wati dari balik pintu membangunkan kholidi. Sore itu cuaca kembali mendung dan gerimispun mulai turun. Seperti biasa kholidi tak bergegas mandi. Dia masih kembali menerka-nerka apa yang ia lihat dalam mimpinya tadi.

Sehabis mandi, kholidi langsung menganbil sarung dan peci. Setelah sholat ashar, dia segera bergegas keluar rumah. Di depan teman-temannya sudah menunggu dan teriak-teriak memanggil namanya mengajak pergi ke surau berbarengan untuk mengaji. Kali ini, setelah selesai mengaji, ia tak langsung pulang. Bahkan saat teman-teman merayunya dengan segenggam petasan yang disembunyikan di balik sarung untung diledakkan di perempatan jalan. Kholidi tetap berada di suaru dan menunggu sepi., ingin berbicara dengan Ustadz Ahmad.

“ ustadz, saya bermimpi aneh sekali.”

“mimpi apa nak?”

“Muhammad”

“Kamu bermimpi bertemu Muhammad?”

Ia harus mengakui ada rasa bangga dan iri menyelip. Bahkan dirinya yang sudah berumur dan menganggap cukup taat, belum pernah mimpi bersua muhammad. “ bagaimana ia?”

“ia berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbahnya yang meneduhkan hati. Wajah yang becahaya pula yang memandang ke arah kami namun wajah itu tak jelas. Ia sepertinya terburu-buru pergi dengan menaiki buroq sehingga kami tidak jelas melihat wajahnya.” Kholidi mencoba menjelaskan mimipinya kepada pak ustadz.

“kami?” tanya pak ustadz semakin nampak penasaran.

“iya, saya dan sekelompok orang yang tidak saya kenal pak. Anehnya orang-orang yang bersama saya itu tak percaya bahwa ia adalah muhammad. Hanya seorang anak laki-laki yang duduk bersebelahan denganku yang mempercayainya. Dia seorang laki-laki yang cacat fisik, dia tidak bisa melihat.” Tegas kolidi kembali.

“seorang laki-laki yang tidak bisa melihat?” tanya ustadz setengah penasaran. Kholidi mengannguk yakin. “seperti apa buroq?”

“seperti perahu”.

“darimana kamu tahu nak bahwa itu muhammad? Apakah kau sudah berkenalan?”

“feelingku mengatakan bahwa itu muhammad. Dan ciri-ciri yang ada pada dirinya mengatakan bahwa dia adalah muhammad.”

“terus darimana kamu tahu bahwa muhammad naik buroq? Bukan Perahu?”

“menurut cerita kakek begitu ustadz.” Tegas kholidi sambil tersenyum kecil.

***

Menjelang siang, siswa yang dipanggil gendut itu keluar kelas. Ternyata teman-temannya sedang bermain sepak bola. Wajar. Di Madrasah tempat dia menimba ilmu antara siswa laki-laki dan perempuan berlainan. Gedung madrasah siswa laki-laki berada di sebelah barat pondok dan gedung Madrasah siswa perempuan berada di sebelah timur pondok. Tidak semua teman-temannya bermain sepak bola. Ada yang menjadi sporter. Yang pasti mereka bermain bola bergantian. Namun, kholidi lebih memilih duduk termenung di depan kelas sambil mengingat-ingat mimpinya tadi. Ada sekelompok orang dan anak laki-laki yang tak bisa melihat yang percaya bahwa lelaki yang berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbah yang meneduhkan hati serta terburu-buru pergi dengan menaiki buroq itu adalah muhammad. Usai merenung tak terasa suara adzan duhur sudah berkumandang. Dia langsung bergegas ke mushola sekolah untuk menunaikan sholat duhur berjamaah dengan temannya. Teman-teman yang bermain bolapun sudah bubar. Saat itu adalah jadwal dia menjadi imam di mushola.

Rupanya benar, hari itu sekolah pulang lebih awal. Sekolah yang biasanya pulang pada jam 14.15 kini pulang pada pukul 13.30.Gendut pulang bersama-sama temannya menuju pondok. Sesampainya di pondok dia langsung melanjutkan tidur tanpa melepas seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Tidurnya semakin lelap saat hujan turun menemani tidur siangnya. Membuainya dalam dunia mimpi. Dia mencoba mengatur posisi tidurnya sembari menyeret selimut untuk menutupi kakinya yang mulai terasa dingin akibat udara siang itu. Hujan turun yang semula deras kini telah mulai reda. Meskipun tak sepenuhnya reda, setidaknya masih tertinggal gerimis-gerimis yang menjadi saksi kerinduan langit pada bunda pertiwi. Semakin sore udara dingin semakin menusuk hingga keseluruh tubuh. Gendut dibangunkan oleh teman akrabnya, fauzi.

.” ndut.. bangun. Kamu belum sholat ashar. Sebentar lagi magrib dan kita harus bergegas menuju masjid untuk sholat berjamaah” seru Fauzi sambil menata buku-buku yang berserakan di kamarnya. Mereka berdua sekamar sejak awal mondok.

Gendut yang masih kehilangan separuh sukmanya hanya duduk termenung. Rupanya wajah muhammad kembali menghadiri mimpinya lagi. Dia menerka-nerka pa yang ada dalam mimpinya tadi dan apa artinya. Setelah sukmanya terkumpul. Gendut langsung menuju kamar mandi. Dia terpaksa mandi sore itu meskipun dingin menemaninya. Jika tidak, dia akan didera gatal-gatal. Sholat ashar telah usai. Gendut bersama fauzi bersama-sama menuju masjid untuk sholat berjamaah dengan seluruh santri yang ada di Pondok pesantren tersebut.

***

Kholidi tahu, kebutaan yang dialami laki-laki yang ada di sampingnya saat bertemu muhammad itu telah mengingatkannya pada Almarhum Ayahnya yang meninggal 2 tahun silam waktu dia berumur 5 tahun. Setahu kholidi, ibunya sering merasa kasihan dan meneteskan air mata saat melihat ayahnya apalagi saat ayahnya terjatuh di kamar mandi hingga sampai merenggut nyawanya. Seakan-akan air mata ibu tak pernah kering. Air mata itu selalu mengalir disetiap sujudnya. Ibu tak pernah lupa untuk selalu mendoakan ayah agar senantiasa diberi tempat yang indah di sisi_Nya.

Di kamarnya yang kecil. Kholidi mencoba menggambarkan apa yang ada pada mimpinya. Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah perahu yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.

***

Setelah sholat magrib berjamaah. Seluruh santri mengambil al-quan masing-masing dan membacanya dengan kusyuk. Begitu juga dengan si Gendut dan fauzi. Mereka terlihat duduk bersebelahan di teras masjid sambil membaca al-quran. Sembari menunggu adzan isyak berkumandang, Gendut mengambil selembar kertas dan sebuah pensil. Lalu dia mulai menggambar apa yang ada di mimpinya tadi.

Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu Gendut juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.

“zi.. menurut kamu, gambar apa ni?” tanya Gendut kepada fauzi.

“gambar apaan ini ndut? Kamu rindu TK ya? Apa jangan-jangan kamu kurang dulu waktu sekolah TK.” Ledek fauzi kepadaGendut yang hanya tersenyum kecil.

“aku serius zi, menurut kamu,. Gambar apa ini?” tanya Gendut sekali lagi.

“itu kan gambarnya nelayan yang lagi mau menuju laut untuk mencari ikan dengan lampu petromak di atas perahunya.” Jawab fauzi setengah meledek.

“nelayan ya?” gendut hanya mampu tersenyum mendengar jawaban temannya.

Adzan isyak telah berkumandang. Tanda waktu sholat telah masuk. Mereka berdua meletakkan al-quran kembali di tempatnya dan Gendut menyelipkan gambarnya di dalam al-quran. Setelah sholat usai, mereka tak langsung kembali ke kamar. Mereka harus mengikuti pengkajian kitab Riyadussolihin yang dipimpin oleh KH.Ghofur.

Sepertinya malam itu tak ada bintang yang nampak di langit. Hanya sekumpulan awan yang menutupi langit. Sehingga malam buram menemani mereka. Sepulang dari masjid mereka bergegas menuju dapur santri. Di sana telah tersedia makan malam yang telah di siapkan oleh juru masak pondok. Mereka makan dengan lahapnya. Sejak tadi siang mereka belum makan. Makan terakhir di sekolah. Itupun mie instan. Lelah dan kantuk sudah menghampiri mereka. Namun masih ada tugas sekolah yang belum mereka kerjakan. Terpaksa mereka tidur larut malam untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Buat fauzi tidak masalah. Dia tergolong santri yang tahan dan terbiasa dengan keadaan yang seperti itu, tidak buat si Gendut. Memang dia mengerjakan tugas-tugas sekolahnya namun pasti dia akan terlambat ke sekolah dan tertidur di kelas nanti.

Tumben. Pagi ini si Gendut bangun lebih awal dan bergegas untuk sekolah. Saat akan berangkat sekolah dia menerima surat. Dibukanya surat tersebut. Dari ibu rupanya. Sudah hampir 5 tahun Gendut tidak pulang ke rumahnya dan ibunya juga tidak pernah menjenguknya di pondok. Itu karena sang ibu sibuk mengurus tanaman tembakaunya. Ibunya bertanya apakah liburan semester ini ia akan pulang ke rumah ataukah menetap di pondok. Gendut berfikir, jika dia pulang di rumah pasti tidak akan banyak membantu. Daripada di rumah hanya makan, tidur dan nonton TV, lebih baik di pondok, memperdalam ilmu agama, membantu ustadz menanam melon. Bukan hanya itu saja,uang untuk transportasi pulangpun tidak cukup. Daripada harus meminta kiriman uang untuk pulang, lebih baik menetap saja. Sebelum berangkat ke sekolah, Gendut menyempatkan membalas surat dari ibunya dan menitipkannya kepada pihak pondok untuk dikirimkan.

***

Malam berikutnya sepulang dari surau, kholidi kecil menunjukkan gambarnya kepada ibunya.

“gambar apa ini? Ibu ndak ngerti.”

“ini gambar mimpiku bu.”

“mimpi apa? kamu bemimpi menjadi nelayan nak?”

“Ini Muhammad bu,” katanya menunjuk mimbar tempat pria itu berdiri dan cahaya yang melingkar di atas kepalanya.

“kapan kamu mimpi ini?”

“kemarin waktu tidur setelah sholat subuh dan tidur siang bu.”

Ibunya terharu, mengelus pelan rambut anaknya. Seperti biasa, setiap senja tiba. Kholidi harus bergegas menuju surau untuk mengaji. Selesai mengaji dia tak langsung pulang melainkan menunjukkan gambarnya kepada pak ustadz. Bukan hanya ke pak ustadz, namun gambar itu ditunjukkan dan dijelaskan kepada teman-temannya. Ia menjelaskan kepada teman-temannya bahwa gambar itu adalah gambar Muhammad yang sedang berkhutbah di masjid dan pergi dengan menaiki buroq.

“kholidi, hanya orang-orang terpilih yang bisa bermimpi bertemu Muhammad.” Ujar ustadz.

“apakah itu berarti aku termasuk orang yang terpilih?”

“kamu yakin tak berbohong dengan cerita mimpimu itu? Berbohong itu dosa.”

Teman-teman yang tadinya antusias mendengar cerita kholidi tentang Muhammad kini menjadi terdiam. Memandang bergantian antara Kholidi dan ustadz. Kholidi kecewa akan perkataan ustadznya. Ia mengambil gambar itu.

Kholidi kecil pergi dari surau dan tak pernah datang lagi untuk mengaji. Gambar itu diletakkannya di atas meja begitu saja. Ia tak pernah menyentunya lagi hingga gambar itu hilang entah kemana. Kholidi sekarang lebih senang membuat gambar-gambar di bukunya. Bukan hanya di buku gambarnya, buku tulis sekolah juga ia gambari. Ia tak hanya menggambar sawah, gunung, rumah. Kini, gambar-gambarnya semakin sulit di tebak dan tak beraturan. Kholidipun menjadidi pendiam hingga dia bercita-cita untuk menimba ilmu di pesantren jika sudah menginjak Sekolah Menengah. Impiannya tercapai, ibunya mengijinkan ia mondok yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.

***

Pagi ini semangat nampak jelas di muka gendut. Rapi dan tak terlihat kekusutan yang biasa nampak di mukanya. Semester 1. Ya ujian semester 1 yang membuat dia semangat. Nampak seluruh siswa kelas X,XI,dan XII mulai sibuk mencari ruangan ujiannya. Gendut sendiri berada di ruang 1. Ruangannya tepat bersebelahan dengan ruang Wakasis. Di sana dia duduk dengan kakak kelas, kelas XI. Gendut terlihat serius mengerjakan soal ujiannya. Entahlah diisi apa soal itu. Seperti yang telah diketahui. Gendut males-malesan kalau di suruh belajar. Kecuali ada PR. Nampak sekali raut muka yang penuh keseriusan. Kesulitan nampaknya di alami Kholidi dalam memecahkan soal Matematika pagi itu. Mau bagaimana lagi? Bisa tidak bisa dia harus mengerjakan seluruh soal ujian hari itu.

Seminggu sudah berlalu ujian semester. Gendut tidak bisa tenang-tenang saja. Masih ada masa remidi. Semoga tak ada mata pelajaran yang remidi. Dia berdoa penuh harap. Setelah semua mata pelajaran di umumkan, ternyata gendut lulus. Dia tidak remidi sama sekali. Senang sekali rasanya bisa memberi kabar yang menggembirakan hati ibunya. Kini dia dilanda kegalauan. Antara pulang atau tidak pada semester ini. Sudah 5 tahun dia tidak pulang. Rindu ibu dan teman-teman masa kecilnya. Ternyata rencana awal dia untuk tidak pulang semester ini berubah. Dia memutuskan untuk pulang. Meskipun ongkos buat pulang kurang, dia dengan berat hati mengambil beberapa dari tabungannya.

Sesampainya di rumah ia mengetok-ngetok pintu namun tak ada jawaban dari dalam. Dia langsung masuk karena kebetulan pintu rumah tidak dikunci. Seorang perempuan paruh baya berjilbab, tertidur di kursi panjang yang tak bisa disebut sofa dengan sebuah bantal tipis menyangga lehernya. Selembar kertas bergambar Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya. Berada didekapannya. Bertahun-tahun anaknya menimba ilmu tak pernah tahu, bahwa ibunya masih menyimpan gambar itu. “ibu..kholid pulang.” Serasa bagai mimpi. Kholidi kecil kini telah berada di hadapannya dan menjelma menjadi seorang Kholidi yang Gendut.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

saya juga genduuuttt...Duuuhhh...bikin baper nih...

28 Jan
Balas

ini cerita terinspirasi dari dunia santri bu.

28 Jan
Balas



search

New Post