Laki-laki di Balik Jendela
#Tantangan365
#Hari ke-148
Cinta mengikatku tanpa jeda, singgah dan pergi tanpa pernah kutahu. Meramu berbagai rasa, mengukir kisah pada hari-hari yang dilewati. Cinta membuatku bahagia dan melarakan. Aku tak mampu melepasnya. Dia mendatangkan semangat dalam hidupku, membuatku tertawa lepas, tersipu malu, juga menahan derita, luka, dan air mata. Kesetiaan cinta menorehkan luka terdalam dalam hatiku, aku tak sanggup melewatinya tanpa hadirmu.
***
Dua buah tas besar berisi pakaian menjadi barang terakhir yang kuturunkan dari mobil. Hari ini aku baru saja pindah ke sebuah rumah kontrakan. Keputusan ini kuambil setelah teman satu kosku menikah seminggu yang lalu. Aku ingin mencoba suasana baru setelah hampir lima tahun jadi anak kos. Sebuah rumah di komplek perumahan menjadi pilihanku, rekomendasi dari Rida teman sekantorku. Rumah ini miliknya, sebulan lalu baru tinggalkannya. Dia pindah ke rumah lain yang lebih besar. Sebagian perabot masih ditinggalkan di dalam rumah, membuatku tidak repot untuk membeli yang baru.
Faktor keamanan menjadi prioritas yang aku inginkan, ketika meninggalkan rumah saat bekerja. Lingkungan komplek dengan gardu penjagaan di depan pintu masuk menjadi filter lalu lalang orang yang masuk ke perumahan.
Rumah berlantai dua ini tidak terlalu besar. Dua buah kamar berada di lantai atas. Satu kamar kugunakan untuk melabuhkan mimpi, satu lagi kugunakan untuk ruang kerja. Pembagian ruangan ini akan memudahkanku, sehingga tidak ada lagi peralatan kantor dan buku-buku yang bergerilya dari kasur sampai ke lantai.
***
Aku merebahkan diri mencoba beradaptasi dengan kamar yang baru. Sambil menata rencana meletakkan beberapa barang dan foto di dinding pada posisi yang pas.
Masih ada beberapa tas yang belum kubenahi isinya. Termasuk dua buah tas besar berisi pakaian. Kutunda membongkarnya, karena waktu salat Magrib tinggal setengah jam lagi. Peluh sudah membasahi tubuhku, daun jendela yang terbuka lebar tak mampu mengundang angin mampir ke dalam kamar. Rencananya malam nanti aku akan merapikan buku-buku yang masih berada di dalam kardus.
***
Sebagai warga baru aku bertandang melapor pada ketua RT, seorang wanita cantik menyambutku di depan pintu lalu memanggil ayahnya. Rumah ini lumayan besar berlantai dua, namun terasa sepi, tidak terdengar suara lain selain obrolanku dengan beliau.
Kurapikan semua barang-barang di dalam kardus sepulang dari melapor, buku kerja dan buku koleksi, kususun di sebuah rak kaca yang kubawa dari tempat kos. Kubuka jendela lebar-lebar agar udara segar masuk, kulihat langit cerah dengan sinar bintang yang tak terhalang awan. Dari kejauhan segaris bayang bulan samar-samar terlihat menampakkan diri. Gawaiku bergetar, Rida meneleponku.
“Assalamualaikum, Mira”
‘Lagi ngapain?”
“Merapikan barang-barang”
“Belum selesaikah?”
“Belum, tadi sudah keburu sore”
Obrolan jadi panjang lebar sepanjang malam.
***
Rasa kantuk mulai menyerang, kuhentikan merapikan buku-buku. Saat menutup jendela, aku menangkap bayang laki-laki sedang berdiri di jendela kamar dari seberang rumah. Dia menatap ke arahku. Tak kuhiraukan mungkin saja itu pak RT pikirku. Aku pun lelap tertidur malam ini.
Pagi ini aku teringat kembali dengan bayangan laki-laki di balik jendela tadi malam. Mungkinkah Pak RT? Bayang laki-laki itu bertubuh kurus, sementara Pak RT yang kutemui tadi malam berbadan subur. Aku coba menghalau pikiran buruk yang melintas di kepala.
Matahari mulai menyapa, kubuka pintu gerbang, menghirup udara segar, sambil berolah raga ringan di depan rumah. Seorang wanita cantik yang kutemui semalam menyapaku ramah.
“Selamat pagi Mba”
“Semalam kita belum sempat kenalan, namaku Diah”
Diah seorang mahasiswa semester empat. Obrolan pun terasa hangat pagi ini.
***
Jatah tidurku beberapa malam ini berkurang. Pekerjaanku menumpuk. Kubuka jendela untuk menghirup udara segar. Mataku kembali menangkap bayang di seberang jalan. Ini sudah hari kelima dia berada disana mengamatiku. Aku mulai merasa risih. Ada sedikit ketakutan yang menghantuiku.
Rida tak pernah bercerita, aku pun tak enak hati untuk bertanya. Selama aku masih betah tinggal di rumah ini, rasa penasaran itu akan kusimpan. Malam ini, hampir pukul dua belas, tak kulihat dia berdiri disana. Begitu juga malam-malam berikutnya. Aku mulai mengabaikan kejadian ini.
***
Kunikmati anggunnya purnama di balik jendela yang kubuka lebar. Sekilas aku menangkap kembali bayang laki-laki di seberang jalan yang sudah seminggu menghilang. Dia berdiri terpaku menatap rembulan dari balik jendela yang tertutup. Matanya tak berpaling dari purnama. Hampir dua jam dia tak beranjak. Kututup jendela dan kutinggalkan laki-laki itu.
Tiga bulan sudah aku mengamatinya. Selama seminggu dalam setiap bulannya dia selalu menghilang, kemudian muncul kembali. Cerita pun akhirnya terkuak dari Diah. Laki-laki itu, Bayu kakaknya, seminggu sebelum kepindahanku ke rumah ini, dia mengalami kecelakaan bersama kekasihnya. Kakaknya mengalami patah kaki, sementara kekasihnya meninggal dunia. Saat ini Bayu sedang menjalani perawatan fisik dan psikis.
***
Pagi ini Diah memintaku ke rumahnya untuk menemui kakaknya. Aku bingung dengan permintaannya. Katanya kakaknya ingin bertemu. Jantungku berdegup, aku tidak mengenalnya. Diah meyakinkan ini permintaan kakaknya dengan seizin kedua orangtuanya. Aku pun akhirnya bersedia.
Di teras belakang yang asri aku dan Bayu duduk di sebuah bangku menghadap ke taman. Sepanjang obrolan tidak ada yang kurasakan ganjil semua berjalan normal. Dia ternyata laki-laki yang menyenangkan mampu menghadirkan canda di sela obrolan. Meski dia tidak pernah menatap ke arahku, matanya selalu memandang lurus ke depan.
Jantungku berdegup, ekspresinya tiba-tiba berubah saat mengatakan aku sangat mirip dengan kekasihnya. Raut kesedihan menggelayut di wajahnya. Tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku, aku tak bisa mengelak. Kurasakan emosinya mulai labil, genggamannya semakin kuat.
“Aku mencintaimu”
Dia tertunduk, air matanya tumpah. Kubiarkan dia larut dalam emosinya. Perlahan kucoba menarik tanganku dari genggamannya, tapi ditariknya kembali, aku mulai khawatir. Dia tersenyum sambil memperlihatkan cincin di jari tangan kirinya. Aku berusaha mengimbangi emosinya. Kualihkan pembicaraan agar dia tidak mengingat kekasihnya. Kuangkat perlahan genggamannya dari tanganku, tanpa membuatnya tersinggung. Dia kelihatan lelah.
***
Malam kian larut, kuintip dari tirai jendela tak kutemukan Bayu berdiri disana. Kejadian siang tadi mengusik tidurku. Kehilangan membuat Bayu rapuh, benih cinta yang tertanam kuat membuatnya labil. Besok Bayu akan menjalani rehabilitasi jiwa di sebuah rumah sakit, hari-harinya akan dihabiskan disana sampai dia dinyatakan sembuh.
Beberapa waktu ke depan bayanganmu takkan kujumpai menemaniku menghabiskan malam. Genggaman hangat tanganmu masih kurasakan. Kupandang cincin yang melingkar di jari manis tangan kiriku. Kutitip sebaris doa pada rembulan bening di balik tirai jendela untuk dua orang laki-laki yang memenuhi pikiranku malam ini.
Belitung, 01072020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpennua sll ok. Kata2nya mengalir indah.
Makasih bu, apresiasinya
Keren Bu...kata-kata mengalir indah saling bertaut . Mantapp
Makase bu Nelly
Luar biasa keren....sangat suka..
Makase ibu cantik
Keren Bu...Cerita yg selalu dengan diksi yg indah..
Makasih bu, apresiasinya
Tulisan ibubsungguh luar biasa keren menewen, barakallah
Makasih bu, sdh mengapresiasi
Selalu dibuai oleh diksi yang indah
Makasih pak, sdh hadir mengapresiasi
haduhh mesakno si BAYU tuh..semoga cepat sembuh..apik critanya..jd trenyuh
Makasih bpk sdh hadir mengapresiasi
Jagonya menulis. Selalu saya tunggu tulisan ibu. Angkat 2 jempol. Salam literasi
Makasih pak, apresiasinya, sy br bljr nulis cerpen
Wow, keren Bunda, salam literasi
Makasih bund, salam literasi
Mantap...jadi dak nak berhenti bace...mengalir dengan diksi yang indah...sukkkaa....
Makase kk
Selalu keren.
Makase pak
Keren bun. Salam literasi
Makasih bund, salam literasi
Lanjut...
Siap bund
Bagus ceritanya...lanjut dong bun... keren...
Makasih bucan, apresiasinya
lanjuuut
Makasih pak, ckp cerpen aja, hehe