yusna affandi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KOLEKTIVITAS DI KELAS

KOLEKTIVITAS DI KELAS

Zinedine Zidane saat ini adalah pelatih kelas dunia. Dia sedang menukangi salah satu klub sepak bola terbesar di dunia, Real Madrid. Tentu bukanlah perkara mudah menukangi klub sekelas Real Madrid, namun tahun lalu Zidane sangat sukses dengan meraih tropi Liga Champion Eropa dan mencatatkan rekor tersendiri bagi dirinya, yaitu memenangi Liga Champion dengan status berbeda, sebagai pemain, asisten pelatih, dan pelatih.

Klub real Madrid adalah klub besar yang dihuni oleh banyak bintang sepakbola. Ada nama-nama besar yang menjadi skuadnya, seperti Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Gareth Bale. Mereka adalah pesepakbola dengan nilai transfer besar dan gaji besar setiap pekannya. Ada juga nama-nama yang tidak begitu mentereng namun mereka tetap sebagai bagian dari skuad terbaik di klub tersebut. Mereka merupakan bagian penting juga untuk menyokong nama-nama pemain besar tersebut.

Yang menarik adalah bagaimana Zidane mengelola skuad itu. Bagaimana Zidane bisa merangkul semua pemainnya dan bekerjasama dengannya. Pemain-pemain yang ditangani Zidane memiliki ego tersendiri sebagai bintang sepakbola , yang bukan bintang pun tentunya memiliki ego sendiri. Butuh sentuhan magis dari Zidane sehingga mereka bisa bekerjasama, bersama-sama menunjukkan kolektivitas tinggi sebuah tim yang mampu meraih kemenangan.

Kolektivitas adalah sikap kegotong-royongan dalam sebuah kelompok. Dengan bekerjasama untuk tujuan yang sama dan cita-cita sama kelompok tersebut bisa disebut memiliki kolektivitas yang baik. Apalagi kelompok tersebut meraih kesuksesan bisa dikatakan kolektivitas kelompok berjalan dengan baik. Layaknya sebuah klub sepakbola yang meraih kemenangan.

Prinsip kolektivitas ini bisa diterapkan di dalam kelas. Siswa di kelas ibaratnya sebuah tim sepakbola. Di tim sepakbola, ada yang berperan sebagai striker, karena memang skillnya dibidang itu. Ada yang berperan sebagai bek, dan sekali lagi memang skillnya di bidang tersebut. Di dalam kelas, siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Seorang siswa mungkin pandai dalam speaking di mata pelajaran bahasa Inggris, namun lemah di grammar. Sebaliknya ada yang kuat di grammar, namun lemah di speaking.

Dengan adanya kemajemukan itu, di dalam kelas bisa dibangun sebuah kolektivitas. Kolektivitas di dalam kelas memang bukan untuk pertandingan atau untuk meraih juara. Namun kolektivitas di dalam kelas lebih di fokuskan untuk mempengaruhi setiap anggota kelas agar memiliki sikap positif dengan kemampuan masing-masing. Sehingga prinsip multiple intelligence tidak terabaikan. Tujuannya bukan kemenangan individu melainkan kesuksesan proses belajar.

Selaras dengan 18 nilai karakter yang dicanangkan Kemendikbud. Bahwa siswa sekolah setidaknya menerima pelajaran dan dibekali dengan nilai-nilai tersebut, dengan harapan mereka bisa menerapkan sepanjang hayat hidup mereka. Prinsip kolektivitas dapat menjadi sebuah cara untuk membimbing seluruh siswa sesuai dengan bakat dan minat setiap siswa. Prinsip tersebut juga memungkinkan siswa menjadi panutan bagi siswa lain sehingga secara tidak langsung mempengaruhi, mempengaruhi dalam hal positif.

Disinilah posisi guru yang merupakan posisi yang sentral dan sebagai panutan. Posisi guru layaknya pelatih sepakbola, bila melihat kesuksesan Real Madrid, maka guru seperti Zidane. Guru mencerna sifat dan karakter siswanya. Kemudian guru merumuskan tindakan yang akan diambilnya dan dilakukannya kepada siswanya tersebut. Dan guru berusaha istiqomah menjaga prinsip bahwa setiap dari siswanya memiliki karakter dan kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga dalam melakukan prinsip kolektivitas, guru layaknya pelatih sepakbola yang melatih sebuah tim meraih kemenangan.

Fokus guru pun harus benar-benar terjaga. Pikiran dan hati guru harus berada dikelas yang di ajarnya. Guru harus benar-benar mencurahkan pikirannya untuk pembelajaran di kelas. Namun kenyataannya, masih banyak guru terbebani administrasi yang berlebihan yang berhubungan dengan tunjangan profesi guru. Banyak di daerah, begitu akhir trwulan datang, maka kelas sedikit tidak terkondisi karena riuhnya guru menyambut tunjangan profesi. Akibatnya, pikiran dan hati guru yang seharusnya sitiqomah untuk menjaga prinsip kolektivitas sedikit banyak akan terganggu.

Selain itu, banyaknya kelas yang harus diajar oleh guru sedikit banyak juga berpengaruh. Sebagai manusia biasa, guru tentunya tidak sanggup mengajar lebih 40 jam per minggu dengan jumlah siswa yang melebihi kapasitas. Pikiran guru akan terpecah dan tidak fokus. Kemampuan guru untuk mengenal setiap siswa di dalam kelas dan menerapkan prinsip kolektivitas yang mendukung nilai-nilai karakter akan tidak maksimal.

Setidaknya pemerintah bisa mengambil beberapa langkah agar guru bisa menerapkan prinsip kolektivitas dengan maksimal. Pemerintah dapat memasukkan tunjangan profesi guru bersama dengan gaji bulanan guru, dan menetapkan batas maksimal jumlah rombongan belajar dan kelas yang diajar oleh guru seperti kelas-kelas di Negara Finlandia. Dengan demikian prinsip kolektivitas berjalan dengan baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisannya mantab, renyah dan bergizi. Saya suka banget. dahsyat

06 May
Balas

Wah pak leck murman, kapan bisa kopi darat pak? Hahahahaha

07 May

Kolektivitas+ fokus adalah inti dari kesuksesan suatu sistem ... pak yus..oke banget!!!

06 May
Balas

Semoga tppnya melekat digaji jadi bisa fokus, heheheheh

06 May

Setuju Pak Yus... masalah kita dari dulu memang d administrasi, seandainya kita diberikan kebebasan untuk merancang RPP sesuai kebutuhan kelas kita.

06 May
Balas

Indeed, we truly know how our class is

06 May

Analisis yg tajam pak yusna. Sinergi yg bagus antara guru dan siswa membuat pembelajaran semakin bermakna

07 May
Balas

Kerennnn...kerjasama yang baik...tidak mungkin ada kesalahan. Sedikit mengurangi gagal paham, bila lebih terstruktur dan terorganisasi dengan baik.

06 May
Balas

Yupp, kerjasama menciptakan atmosfir positif,

06 May

bener guru bs sbg sosok Zidane dlm menerapkan kolektivitas di kelas bs mengembangkan multiple intelegence...tp sayangny guru msh hrs ini,hrs itu..mau mengembangkan diri terganjal aturan ini,itu. ... shg fokus pd siswa dan pembelajarn jd buyar...jd asal2an...asal ngajar...asal memenuhi...(hehehe kepanjangan y pak...itung2 blajar nulis jg?

06 May
Balas

bener guru bs sbg sosok Zidane dlm menerapkan kolektivitas di kelas bs mengembangkan multiple intelegence...tp sayangny guru msh hrs ini,hrs itu..mau mengembangkan diri terganjal aturan ini,itu. ... shg fokus pd siswa dan pembelajarn jd buyar...jd asal2an...asal ngajar...asal memenuhi...(hehehe kepanjangan y pak...itung2 blajar nulis jg)

06 May
Balas

bener guru bs sbg sosok Zidane dlm menerapkan kolektivitas di kelas bs mengembangkan multiple intelegence...tp sayangny guru msh hrs ini,hrs itu..mau mengembangkan diri terganjal aturan ini,itu. ... shg fokus pd siswa dan pembelajarn jd buyar...jd asal2an...asal ngajar...asal memenuhi...(hehehe kepanjangan y pak...itung2 blajar nulis jg)

06 May
Balas

Dowo komenmu, sangking dowone dadi telu, kwkwkwkwkwk

07 May



search

New Post