SALAHKAH AKU? (TM 01)
Salahkah Aku?
Oleh: Yusnimar Nora
Permata kecilku yang ceria, ingin mandiri dan memilih untuk mondok, seperti abangnya. Aku yang tidak siap, walaupun telah berusaha untuk selalu tegar, dengan senang hati melepas mereka. Mengingat masa depan dunia akhirat, membuatku tenang dan ridho.
Namun, aku tetap seorang ibu yang rapuh dan tidak kuat melepas mereka pergi. Apalagi saat mereka sakit. Mereka yang tidak ingin membuatku cemas akan selalu berkata bahwa mereka hanya demam sedikit dan tidak apa-apa.
Harisku, yang kalau demam tinggi akan mengigau dan meracau. Bahkan, pernah tidak sadarkan diri karena teman dan ustaznya menganggap dia tidur terus dan tidak mau bangun untuk makan dan minum obat. Untung saja malam itu ustaznya menelepon, aku minta bantuan untuk mengompres dan menjaganya. Aku yang tidak bisa tidur menunggu pagi untuk bisa mengunjunginya karena tidak mungkin berangkat setelah mendapat kabar hampir tengah malam itu.
Minggu kemarin, aku mengantar pakaian Permata kecilku. Jika memang tidak bertemu, rencananya aku akan menitipkan di pos penjagaan saja. Namun, suamiku melihat temannya dan menanyakan keberadaan Permata kecilku saat ini.
Kami terkejut saat mendengar bahwa Permata kecilku demam sejak semalam. Keinginan untuk balik dibatalkan dan aku minta izin untuk bisa melihatnya ke asrama. Sementara berpesan pada temannya, untuk menemui kami di pos jika putraku itu kuat.
Alhamdulillah, ternyata Permata kecilku datang dengan kondisi yang lemah. Setelah kuraba keningnya, badannya panas sekali dan belum minum obat sama sekali, karena klinik tutup hari Minggu. Suamiku pergi membeli obat dan air kelapa muda. Aku menanyakan apakah dia ingin pulang. Anak shalehku tidak mau pulang dan mengatakan insyaallah akan sehat karena sudah ada obat yang dibelikan ayahnya.
Kami pun pulang dan tahulah bagaimana perasaanku saat meninggalkan Permata kecilku yang sedang demam. Kedua anak shalehku sakit tidak pernah rewel dari kecilnya.
Berbeda dengan Permata sulungku yang mengigau saat demam, Permata kecilku ini akan diam dan membuat cemas. Dia hanya diam, sehingga aku takut untuk meninggalkannya.
Paginya aku mendapat kabar bahwa Permata kecilku tidak sekolah karena demam. Hatiku mulai tidak nyaman. Aku yang juga demam sejak semalam, segera menelepon suamiku untuk menjemput putraku itu.
Akhirnya Permata kecilku dibawa pulang, dirawat sementara menjelang sorenya dibawa ke dokter. Ya Allah, ternyata panasnya sangat tinggi, 39,7°C.
Malamnya menjelang tidur, aku merasakan panasnya yang tadi sudah agak turun, naik lagi. Aku mengompres di semua pembuluh nadinya. Kompresan yang sebentar kering membuatku tak bisa istirahat dan mengalihkan pandangan darinya. Diamnya Permata kecilku membuatku semakin cemas, namun aku tidak boleh panik juga karena obat dokter baru sekali makan.
Semalaman aku mengompres dan menungguinya. Aku sangat takut. Paginya aku pun berangkat ke sekolah karena panasnya sudah mulai turun dan aku berjanji akan pulang cepat. Ternyata, anak-anak ada kunjungan ke Kantor Polisi, membuat aku tidak bisa pulang. Aku pun pulang setelah anak-anak pulang.
Alhamdulillah, aku bersyukur melihat Permata kecilku tersenyum walaupun badannya masih panas. Siang ini dia masih bisa memaksakan makan walaupun susah. Aku menyuapinya sambil menceritakan abangnya yang sangat semangat makan walaupun sakit.
Telah habis obat dokter tapi demamnya masih tinggi, turun sebentar naik lagi panasnya. Aku khawatirnya typus karena panasnya mulai menjelang magrib hingga subuh.
Akhirnya ke dokter lagi dan ternyata memang masih tinggi demamnya mencapai 39°C. Aku dipinjamkan adikku yang kerja di rumah sakit, alat ukur panas agar bisa mengontrol panasnya. Permata kecilku yang tidak mau meminta, entah karena tidak selera atau memang karena dia yang tidak pernah mau menyusahkanku.
Alhamdulillah, dua hari kemudian panasnya turun dan aku mulai melihat tawanya. Hampir seminggu aku tidak melihat cerianya. Senang melihatnya tertawa mengerjaiku.
"Alhamdulillah, ndak sakit kaki jalan lagi, Mi," katanya.
"Berarti kemarin benar sakit-sakit badannya kan, Sayang?" tanyaku.
Dia hanya tersenyum. Ah, Permataku, anak shalehku. Semoga sehat, bahagia, dan sukses selalu dunia dan akhirat.
Hari ini, Permata kecilku akan kembali ke asrama. Dua hari lagi mau ujian tengah semester. Namun, aku khawatir dengan kondisinya yang baru sembuh. Kondisi dan nafsu makannya belum pulih.
Salahkah aku mengkhawatirkan putraku?
Siapa yang akan tahu jika nanti demamnya kambuh saat malam semuanya tertidur?
"Ya Allah, sebaik-baik tempat menitipkan dan sebaik-baik penjaga. Titip putraku."
Aku mulai lagi menata hati, kembali ke awal saat pertama kali mengantar mereka ke pondok.
Salahkah aku? Aku ibunya. Aku merasakan walau mereka tak ungkapkan.
Semoga segera pulih, Nak.
أسأل الله العظيم أن يشفيك.
اللهم رب الناس، أذهب البأس واشف أنت شافى لا شفاء إلا شفاءك شفاءا لا يغادر سقماً
آمين... اللهم آمين، يا الله يا رب العالمين
Rumahku, 05 Maret 2023.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
mantap ulasannya
Syafaakallaah... Semoga segera pulih ya, Sayang.