Terluka Lagi (Curhatan Fathimah)

Oleh Yusnimar Nora

Sahabat lamaku, Fathimah, meneleponku. Ia menangis menceritakan bahwa ia sangat terluka. Pagi itu ia ketakutan melihat suaminya marah-marah. Akhir-akhir ini suaminya sering marah, padahal dulunya tak pemarah.

"Kak Iim, bantu aku. Aku takut melihatnya marah-marah. Kenapa ya, dia jadi pemarah?" tanya Fathimah padaku.

Tentu saja aku tidak tahu jawabannya. Aku tahu Fathimah telah berjuang mati-matian untuk memenuhi kebutuhan mereka. Suaminya yang kena PHK akibat menyusutnya jumlah produksi, telah menjadikan Fathimah sebagai tulang punggung keluarga.

Terngiang-ngiang di telingaku, curhatan Fathimah. Diiringi dengan air mata, Fathimah bercerita.

"Disaat butuh dukungan, aku justru dilukai. Saat butuh bantuan, aku sebatangkara. Saat butuh pendengar, aku tak punya telinga. Saat butuh sandaran, aku tak punya siapa-siapa, karena sandaran pertamaku telah pergi."

"Kak Iim, aku hanya jawab bahwa aku sedang menghubungi guru anakku. Lalu kudengar dia melemparkan sesuatu ke lantai, disertai marah-marahnya. Aku terkejut dan sangat takut. Aku jadi takut berbicara padanya. Hari ini kami lalui dengan diam, tanpa diketahui anakku."

Bukittinggi, 04 Juni 2022.