yustina sembiring

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PENGARUH KEKERASAN TELEVISI TERHADAP ANAK

Dapat dipastikan bahwa saat ini daya pikat televisi telah menyita sebagian besar perhatian dan waktu anak-anak kita. Hal ini dibuktikan dari tingginya aktifitas menonton televisi setiap harinya.Tidak jarang, aktifitas yang memang mengasyikkan ini menjadi penghambat berbagai aktifitas penting yang seharusnya mereka lakukan, seperti menyelesaikan tugas-tugas sekolah atau sekedar membantu pekerjaan ibu di rumah. Lebih parah lagi mereka bahkan bisa lupa makan! Adegan yang tidak kalah seru ketika antar abang dan adek bertengkar hanya untuk memperebutkan sebuah remote control TV. Celakanya banyak orang tua terutama kaum ibu yang beranggapan bahwa menonton televisi adalah cara mudah untuk menghindari aktifitas yang dianggap kurang bermanfaat, seperti main di luar rumah yang tidak lagi dianggap aman. Beraktifitas di luar rumah dianggap dapat mengancam keselamatan dan keamanan anak-anak mereka. Katakan saja dengan maraknya isu penculikan beberapa waktu lalu, atau si ibu yang terlalu cemas jika anaknya akan mengalami cidera saat bermain. Kecemasan ibu yang terkesan berlebihan.

Mari kita perhatikan bagaimana sebagian besar tayangan berbagai stasiun televisi yang menjadi tontonan anak-anak kita. Tingkat kompetisi antar stasiun televisi yang semakin tinggi membuat penikmat televisi yang seharusnya berhak atas tayangan yang mendidik dan berkualitas jadi terabaikan. Semua tergilas disaat kepuasan pemirsa diukur dari tingginya rating semata. Tidak mengherankan jika pertelevisian kita begitu vulgarnya mempertontonkan berbagai adegan kekerasan, penderitaan, pornoaksi bahkan pornografi. Lebih celakanya lagi hal ini juga terjadi pada tayangan-tayangan yang menjadi konsumsi anak-anak di bawah umur. Lihatlah bagaimana tokoh kartun yang diidolakan anak-anak kita saling membentak, memukul, menendang dengan amarah, berusaha mengalahkan atau menghancurkan lawannya. Semakin seru perkelahian itu maka akan semakin semangat anak-anak mengikuti jalan cerita yang begitu suksesnya mempermainkan emosi mereka. Begitu antusias dan semangatnya mereka hingga tidak jarang mereka ikut berteriak, “Ayo..., pukul...tendang...bunuh aja...kalahkan dia...” atau “...Rasaian lu...”. Tanpa disadari 0leh orang tua hal ini menjadi sesuatu yang lazim dan sepertinya wajar-wajar saja berlangsung di rumah kita. Tanpa kita sadari kekerasan yang sangat kita khawatirkan terjadi pada buah hati yang sangat kita sayangi telah kita undang sendiri dan membuka pintu rumah kita selebar-lebarnya.

Kita melupakan bahwa anak-anak sangatlah berbeda dengan orang dewasa dalam memandang dan menyikapi suatu masalah. Seringkali kita beranggapan bahwa anak-anak mengetahui sebagaimana orang dewasa bahwa sebuah film atau tayangan televisi hanya bersifat industri. Tidak nyata melainkan cerita fantasi belaka. Sayangnya kita sering terlambat menyadari situasi di sekitar kita. Biasanya kita terlebih dahulu terheran-heran ketika anak-anak kita menunjukkan perilaku negatif. Kita marah ketika mendengar anak kita berkata kasar atau menghardik adiknya, merampas dengan kasar mainan temannya atau bahkan menyakiti temannya seperti memukul, mendorong, menendang dan perilaku tidak terpuji lainnya. Anak- anak kita tumbuh dengan perilaku cendrung agresif dan rasa kepedulian yang minim. Mereka tidak lagi peka dan menunjukkan rasa empati pada saat seharusnya mereka berempati.

Sesuai fitrahnya, seorang anak adalah peniru yang paling baik. Mereka akan meniru apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka meniru bagaimana tokoh favorit mereka menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau kekuatan fisik. Mereka berasumsi bahwa persoalan akan selesai dengan kekerasan atau kekuatan fisik. Kesimpulan yang tertanam dibenak mereka adalah siapa yang kuat maka dialah yang akan menjadi pemenang! Alangkah bahaya asumsi negatif yang tertanam di benak mereka.

Sebelum keadaan yang memprihatinkan ini benar-benar terjadi pada anak-anak kita,mari kita lakukan tindakan pencegahan karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Sebagai orang tua beberapa tindakan pencegahan di bawah ini dapat kita lakukan

1. Batasi kegiatan menonton televisi

Buatlah kesepakatan atau peraturan berapa jam dan jam berapa saja anak boleh menonton televisi setiap harinya diluar hari libur. Orang tua sebagai contoh utama harus terlibat dan konsekuen untuk mematuhi peraturan yang telah disepakati. Akan sangat kontradiktif jika disaat kita meminta anak mengurangi aktifitas menonton televisi, pada saat yang sama kita bebas menonton televisi semau dan sesuka hati kita.

2. Jadilah teman / pendamping bagi anak saat menonton televisi

Berada disamping putra putri tercinta pada saat menonton televisi secara emosi akan meningkatkan kedekatan hubungan orang tua dan anak. Orang tua dapat menjadi teman diskusi yang baik dan menyenangkan bagi anak. Kita dapat mengevaluasi atau membantu memilih tayangan yang ditonton oleh anak. Tidak semua film atau kartun yang mengandung kekerasan, masih ada beberapa film atau kartun animasi yang muatan ceritanya cukup bagus untuk anak-anak. Orang tua harus selektif dan mengingat untuk tidak terlalu mentolerir tayangan yang mengandung kekerasan. Dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh anak, kita dapat memberi pengertian mengapa acara-acara tertentu kurang baik untuk ditonton oleh anak-anak. Orang tua juga dapat menjelaskan bahwa apa yang dilihat oleh anak-anak sesungguhnya hanya efek / tipuan kamera ( fantasi ) belaka.Sebagai contoh pada film kartun yang biasanya sangat digemari anak-anak,sebaiknya orangtua menjelaskan mengapa tokoh-tokoh kartun tidak mengalami luka atau cidera dan merasa kesakitan meskipun sudah jatuh atau dipukul berulang kali. Sebagai panduan biasanya pada sudut atas layar kaca tertera pesan seperti BO ( Bimbingan Orangtua ) atau SU ( Semua Umur ).

3. Jangan sediakan televisi di kamar tidur anak-anak

Sayang kepada anak bukan berarti memenuhi semua keinginan mereka dan memanjakan secara berlebihan seperti menyediakan pesawat televisi di kamar tidur anak. Hal ini bukanlah tindakan bijaksana sebagai wujud kasih sayang seorang Ayah atau Ibu, apalagi dilengkapi fasilitas pendukung lainnya seperti seperangkat video game yang menawarkan berbagai permainan yang cukup menantang bagi anak-anak. Kalau hal ini dilakukan maka akan sangat sulit mengontrol aktifitas menonton, jenis tontonan dan bermain anak-anak. Dapat dibayangkan efek lanjutannya yaitu anak-anak akan lupa waktu, lalai dari tanggung jawabnya terutama untuk belajar. Prestasi belajar anak akan menurun dan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang individualistis. Tingkat yang paling parah, anak dapat mengalami kecanduan menonton dan bermain game.

4. Bimbing anak-anak menjadi penonton yang kritis

Untuk mengembangkan kemampuan anak membedakan tayangan yang realistis dan fantasi pada saat menonton, orang tua dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memancing spontanitas anak-anak. Sebagai contoh, “ Kakak percaya ada orang sejahat itu? (tokoh tertentu)” atau “ Menurut Kakak, apakah tidak ada cara menyelesaikan masalah itu selain dengan cara marah-marah atau berkelahi ?”. Apabila jawaban anak tidak seperti yang kita harapkan, kita sebagai orang tua tidak perlu panik atau marah-marah, kita dapat membimbingnya dengan menjelaskan bahwa seorang aktris atau aktor hanya memainkan peran atau karakter tokoh dalam cerita fiktif yang ditulis oleh pembuat naskah cerita yang disebut dengan skenario. Akan lebih baik jika anak-anak mendapatkan penjelasan bagaimana proses pembuatan sebuah film atau kartun.

Langkah-langkah di atas hanyalah sebagian cara dari banyak cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pengaruh negatif kekerasan televisi pada anak-anak. Saya yakin, sebagai orang tua yang bijak anda pasti punya cara-cara lain yang jauh lebih efektif. Yang perlu kita sadari bersama bahwa memang tidak mudah menjadi orang tua dimana arus informasi begitu cepat dan deras tanpa terbatas pada ruang, waktu dan tempat.

Pkl. Kerinci, 17 Mei 2017

Penulis, Yustina Sembiring

Pernah diterbitkan di Warta Riau Andalan, September 2005

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kalau saya memilih tidak menonton tv bu Yustina. Jadi kami sediakan buku dan kertas setengah pakai. Alat-alat yang mengasah kreativitas anak-anak.

19 May
Balas

mantap lanjutkan bu tina

22 May
Balas

Pilihan yang bijak, pastinya anak-anak semakin kreatif ya Pak. Terimakasih komentarnya pak Yudha Kurniawan

19 May
Balas

Terimakasih bu Salmiyanti

19 Aug
Balas



search

New Post