Zaenal Abidin

Guru Pemula...

Selengkapnya
Navigasi Web

PERTEMUAN PERTAMA

Pada suatu hari, dan hari itu menegangkan sekali. Seorang yang paling disegani di pesantren Al-Anwar itu melambaikan tangan kepadaku. Aku ragu antara menghampiri dan lari saja karena sungkan dan takut. Waktu itu aku masih kelas satu MTs, dan belum pernah sekalipun berdekatan dengan orang nomor satu di pesantren itu. Setiap orang menghormatinya dengan menunduk dan membungkuk setiap berhadapan dengannya.

Sebenarnya bukan hal baru bagiku, ibuku yang alumni di pesantren itu dan juga sebagian besar keluargaku adalah Alumni Pondok Al-Anwar, menjadikanku mengenal lebih awal tentang pak kiai yang hari itu melampaikan tangan memanggilku.

Dengan hati berdebar-debar, saya melangkahkan kaki menuju beliau. "Siapa namamu?" tanya kiai dengan suara lembut. "Zaenal, " dengan suara agak kikuk aku menjawab. "Oh, kelas berapa sekarang?". " Kelas satu MTs, kiai". "Bisa belikan saya sabun, di toko depan?", "Engghi... pak kiai", Aku mulai bisa menjawab dengan mantap. Beliau kemudian memberikanku beberapa lembar uang pecahan seribuan.

Itulah suasana perasaanku, saat pertama kali bertemu dengan beliau. Sudah lama aku mengenal beliau, tapi hari itu adalah hari pertama aku bertatap muka dan berkomunikasi dengan beliau.

Dari suara dan raut wajahnya, seperti ada energi yang membuatku kikuk, sekaligus bangga bisa berkomunikasi langsung dengan beliau. Ada semacam perasaan yang tidak bisa dijelaskan, kenapa bisa segrogi itu. Mungkin itulah yang disebut kewibawaan dan kharisma.

Selepas itu, aku tidak pernah lagi dipanggil atau berkomunikasi dengan beliau. Hanya mengikuti pengajian tafsir jalalain di pagi hari, itu pun aku sering kali absen.

Sampai tibalah suatu hari, beliau terbaring di rumah sakit. Bersama seorang teman dekat, aku berkesempatan menjaga beliau, di Paviliun Bougainville RSUD. Koesnadi, aku masih ingat betul nama kamarnya. Di situlah saya beberapa kali berkomunikasi dengan beliau.

Pagi hari selepas perawat mengantarkan sarapan, pak kiai memanggilku. Rupanya beliau hanya menikmati separuh porsi yang disiapkan perawat. Saya lihat di atas meja ada satu buah pisang sisa separuh, dan beberapa menu makanan yang masih tersisa, kata beliau: beliau tidak mampu menghabiskannya. Tiba-tiba mendadak beliau menyuruhku membeli minyak dan mencari uang logam, beliau ingin sekali dikerok. Itulah pertama kalinya saya menyentuh beliau melalui wasilah ngerokin beliau.

Segera saya tuntaskan tugas saya, beliau hanya ingin punggungnya yang dikerok. "Ini ada sisa pisang, jika kamu mau". Deg, dadaku berdecak. Tanpa pikir panjang, aku langsung melahap pisang sisa pak kiai. Subhanallah, inilah yang aku tunggu, saya mencari barokah. Begitu diriku membatin kala itu.

Al-fatihah untuk beliau

.

#TantanganGurusiana (Hari Ke-20)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post