Badanku Membeku
Malam ini aku begitu khawatir. Tubuhku menggigil luar biasa. Sakit yang kuderita, takut kambuh lagi. Aku begitu ketakutan. Apalagi posisiku, sedang di negeri orang.
“Tok, tok, tok!” Kuketuk-ketuk pintu kamar tetangga. Tidak ada jawaban sedikitpun dari dalam. Aku ulangi lagi. Kali ini agak keras. “Tok! Tok! Tok!” Tetap saja, tidak ada tanda-tanda mereka bangun. Mungkin mereka lelah. Terlelap, sangat terlelap. Atau sedang mimpi indah. Ah, entahlah. Aku putus asa, membangunkan mereka.
Aku, kembali ke kamar. Jam tanganku, menunjukkan pukul dua tengah malam. Jaket tiga lapis, sarung, selimut, penutup kepala, syal, dan sarung tangan kukenakan semua. Tapi dingin itu, tetap saja kurasakan.
“Ya Allah, jangan sakit!” Aku lihat wajahku di cermin. Pada lemari baju satu-satunya. Begitu dingin, bergetar tidak karuan.
****
Sebelum berangkat ke Negeri Kangguru, aku opname di rumah sakit. Sakit tipesku kambuh. Tiga hari tiga malam, aku terbaring lemas. Istriku, hanya istriku yang aku harapkan menemani. Ibu, adikku, menunggu dan merawat dua buah hatiku di rumah. Mereka belum boleh datang ke rumah sakit. Usianya masih kecil.
Panggilan Kementerian Pendidikan, memaksaku harus segera keluar dari rumah sakit. Menuju Jakarta untuk persiapan dan berangkat ke Melbourne. Meskipun badanku masih lemas. Semua bekal obat-obatan kubawa serta. Termasuk obat ekstrak cacing tanah. Konon mujarab mengobati penyakit bakteri Salmonella Thypi tersebut.
****
Aku penasaran. Kunyalakan paket data internet di HP. Kulihat alamat website prakiraan cuaca. “Masya Allah, suhu udara mencapai minus sembilan derajat celsius.” Pantas saja begitu dingin.
Sambil bergetar, aku otak-atik alat penghangat ruangan. Kunyalakan, tidak ada pengaruhnya. Badanku tetap saja kedinginan.
Aku putar lagi indikator penghangat. Semakin ke kanan agar semakin panas. Terdengar bunyi “tak, tak, tak,” pertanda panasnya over heat. Saya biarkan, meskipun ada rasa khawatir terjadi kerusakan.
Alhamdulillah, ada perubahan. Ruangan kamarku mulai terasa hangat. Semakin hangat. Kuputar ke kiri lagi indikatornya. Hingga bunyi yang mengkhawatirkan hilang.
Aku membaringkan tubuhku. Aku menguap. Mengantuk sekali. Besok harus bangun pagi. Kami akan menyusuri Kota Melbourne Lama-kelamaan gelap, aku tertidur. Malam pertama tidur di Australia. Sebuah kenangan yang tak mungkin terlupakan. (*)
Banyuwangi. Jum'at, 8 Maret 2019
Pukul: 08.39
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Barokallah Pak, lanjutkan kisahnya
Insya Allah, Barakallah juga untuk Jenengan.
Bilakah pengalaman itu terjadi? Kondisi tubuh yang memang sakit ditambah iklim di negeri orang yang berbeda, butuh daya adaptasi. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Pak Guru.
Alhamdulillah, semoga saja ada waktu yang membuatku berkunjung ke sana. Terima kasih atas nasihat Bunda. Salam sehat wal afiat selalu. Barakallah fiik.
Wow....Senangnya sudah sampai Australia Pak Zaen.
Alhamdulillah, terima kasih doanya. Tapi saya di Banyuwangi, hehehe....
Mantap pak, settingan LN
Coba-coba, siapa tahu berjodoh. Hehehe....