Zaenal Arifin

Praktisi pendidikan matematika di SMPN 1 Bangorejo-Banyuwangi. Hidup di https://www.facebook.com/zaenal.math IG: @zaenal.math TW: @Arifna2014...

Selengkapnya
Navigasi Web

Haji Kecil dan Haji Besar

“Assalamu'alaikum wr.wb. Disampaikan kepada para alumni P.P. Darun Nikmat. Nanti malam (bakda Isyak awal), supaya hadir di kediaman Bpk Fulan. Acara tasyakuran haji. Terima kasih atas kehadirannya. Wassalamu'alaikum wr.wb.”

Kira-kira seperti itu undangan yang tersebar di WAG “Darun Nikmat Forever.” Aku sebagai salah satu alumni mengazamkan dalam hati, Insya Allah hadir. Barakah doa, orang baru pulang dari tanah suci. Pasti luar biasa dahsyat.

Konon seorang muslim yang baru pulang dari tanah suci, diikuti oleh empat puluh Malaikat. Malaikat ikut mengamini, ketika orang tersebut berdoa. Dan tiap hari Malaikat berkurang satu persatu. Pulang ke tanah suci. Mumpung masih awal, Malaikatnya masih banyak. Hehehe….

Aku sendiri belum pernah membaca riwayatnya. Keyakinanku terhadap pernyataan itu, bisa dikatakan 60%.

Aku meyakini, seseorang yang baru pulang dari tanah suci. Baru melaksanakan ibadah haji. Lagi saleh-salehnya. Masih terasa kekhusyukan, kesyahduan ibadah di sana. Sehingga berbekal khusuk, doa lebih diijabah oleh Allah SWT.

****

Singkat cerita, Fulan baru pulang dari tanah suci, untuk melakukan ibadah umrah. Sebenarnya apa yang dilakukan pada saat umrah hampir sama dengan pelaksanaan ibadah haji. Oleh karenanya umrah biasa dikatakan sebagai haji kecil.

Sehingga lazim, jika seseorang pulang dari umrah tidak disematkan titel haji di depan namanya. Karenanya hajinya masih kecil, belum dewasa. Hadeh!

Adalah pembicara (ustaz) yang memberikan mauizah hasanah. Saking takzimnya kepada Fulan. Ingin menghormati dengan panggilan penghormatan.

Dipanggil ‘Bapak,’ kok sama dengan yang lain. Dipanggil ‘Ibu,’ jelas tidak mungkin. Disapa 'Mas,’ sudah terlanjur tua. Apalagi disapa 'Adik,’ mustahil dilakukan.

Dus, haji Fulan yang meluncur dari mulut Pak Ustaz. Hadirin tengak-tengok, seakan memberikan isyarat. Kurang setuju dengan gelar tersebut.

Meskipun biaya yang dikeluarkan Pak Fulan, sama dengan atau bahkan lebih banyak. Namun titel haji, dirasakan tidak sah disematkan. Sebab pelaksanaannya tidak di Bulan Haji. Haji itu Arafah. Jika ingin titel haji, harus ada ibadah wukuf di Padang Arafah.

Seakan memahami apa yang berkecamuk di pikiran undangan. Pak Ustaz melanjutkan tausiyahnya.

“Haji itu hanya bisa dilakukan pada waktu Bulan Dzulhijjah. Jika pelaksanaan ibadah haji dilakukan di luar bulan tersebut, maka biasa dinamakan haji kecil. Atau ibadah umrah. Maka untuk sementara Pak Fulan, bisa disebut dengan haji Fulan. Namun kata ‘haji’ menggunakan huruf kecil.

Selanjutnya, suatu saat Pak Fulan berangkat ibadah haji di Bulan Dzulhijjah. Haji dengan huruf kecil diganti dengan huruf kapital atau huruf besar. Haji Fulan, karena pelaksanaannya di Bulan Besar.” Disambut gerrr oleh para hadirin. Bulan Besar, nama lain Bulan Haji atau Bulan Dzulhijjah bagi masyarakat Jawa. (*)

Banyuwangi, Sabtu 9 Maret 2019

Pukul: 19.27

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Dipanggil pak haji umrah aja dulu pak....hehehe

09 Mar
Balas

Hehehe....

14 Mar
Balas



search

New Post