Zaenal Arifin

Praktisi pendidikan matematika di SMPN 1 Bangorejo-Banyuwangi. Hidup di https://www.facebook.com/zaenal.math IG: @zaenal.math TW: @Arifna2014...

Selengkapnya
Navigasi Web

Maafkan Aku Tiada di Sisimu

“Halo! Halo! Halo! Ah, putus lagi.” Tetap saja, sulit berkomunikasi dengan keluarga di Banyuwangi. Entah apa penyebabnya. Apa karena cuaca Melbourne sedang ekstrim? Ataukah jarak Banyuwangi Australia yang hampir 5.000 km?

Pastinya aku tidak tahu. Kucoba menggunakan pulsa reguler. Hanya bunyi terompet yang keluar dari HP ku. Menggunakan jaringan internet, putus nyambung. Perbedaan waktu yang terpaut empat jam. Mungkin saja juga salah satu penyebabnya.

“Halo Nda! Terdengar apa tidak? Halo!” Selisih sekian detik, baru terdengar jawaban istriku. “Ya Pak e, dengar!” Ada perasaan lega, plong ketika mendengar suara istriku dari dalam HP. Mumpung nyambung, aku pun bercuap-cuap dengan istri.

Takutnya, ini telepon terakhir. Harus nunggu sampai kembali ke Indonesia lagi. Baru bisa berbincang-bincang. Sehingga akupun berlama-lama. Tidak terpikirkan pulsa habis berapa. Aku yang telepon, rasa kangenku lebih mahal daripada harga pulsa.

****

Malam itu, pukul sepuluh malam waktu Melbourne. Di Banyuwangi pukul enam sore. Perkiraanku, istri dan anak-anak usai melaksanakan Sholat Maghrib.

Ada perasaan yang sulit kulukiskan. Entah mengapa? Pikiranku begitu tidak tenang. Apapun kulakukan, terasa ada yang kurang.

“Halo! Halo! Halo! Bapak ini Fachry!” Dari kejauhan terdengar suara anak keduaku. Ternyata HP diangkat olehnya.

“Ibu mana Nak?” Tanyaku padanya. “Masih sholat sama kakak.” Suara anakku menjawab.

“Fachry sudah sholat?”

Aku berusaha memperhatikan kewajiban sholat anakku. Meskipun Dia belum akil balig. Jika tidak dilatih sejak usia dini, takut akan mengalami kesulitan.

“Sudah Pak, Fachry juga sudah membaca Al Quran dan hafalan surat pendek.” Alhamdulillah, batinku mengucapkan syukur. Semoga kelak, Kamu menjadi anak sholeh. Berguna bagi agama, lingkungan, bangsa dan negara.

“Pak, adik meninggal.” Tiba-tiba terdengar satu kalimat tak terduga sama sekali.

“Apa! Apa Nak?”

Tiba-tiba gelap gulita. Hujan, badai, dan kilat menyambar di kamarku. Gempa bumi maha dahsyat terjadi. Aku, tidak ada kalimat apapun dari mulutku.

Saat aku berangkat ke Australia, istriku hamil muda. Usia kandungan masih tiga bulan. Mungkin kelelahan, ketika menungguku di rumah sakit. “Ya, Allah. Mohon ampun. Astaghfirullah al adzim.”

“Halo, Nda!” Istriku memanggil dari kejauhan. Aku diam, belum bisa mengucapkan satu patah katapun.

“Halo Pak e!”

Air mataku masih mengalir. Bayangan kesalahan, tergambar nyata di pikiranku. Ada segudang penyesalan. Rasa itu terus mengisi penuh otak dan hatiku. HP tetap kupegang. Namun sekian detik, aku tetap tidak mampu berucap. Hanya tangis. Ya, hanya tangis yang dapat kulakukan.

“Nda, kok Kamu tidak cerita?” Kalimat pertama keluar dari bibirku. “Harusnya, kan Kamu cerita apa adanya!” Mohonku pada istri.

“Gak apa-apa. Tidak perlu menyesal. Semuanya sudah ditakdirkan oleh Tuhan.” Terdengar suara istriku begitu tegar.

Padahal biasanya, istriku orang yang paling lemah. Mudah mewek. Namun kali ini, terdengar seperti batu karang. Akupun malu, jika larut dalam kesedihan.

“Maafkan aku. Maafkan suamimu, Nda.”

Aku tetap saja merengek minta maaf.

“Ya, tidak apa-apa. Anak kita sudah dimakamkan kakeknya. Insya Allah menjadi tabungan di Surga.”

Istriku terus berusaha menenangkan diriku. Dan berpesan, agar aku menjaga kesehatan. Jangan tidur terlalu larut. Obat tipesku juga diingatkan, agar tidak lupa meminumnya. Diapun menutup percakapan kami malam itu.

Masya Allah, hatiku berbisik lirih, “Maaf daku, Kamu harus keguguran tanpa ada aku di sisimu.” (*)

Banyuwangi, Jum'at, 8 Maret 2019.

Pukul: 14.20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ada kalanya kta harus kuat menghadapi cobaan itu "sendiri". Seperti sang Bunda yang menghadapinya sendiri. Keadaan membuat Bunda tegar. Padahal biasanya, Bunda gampang mewek. Menyadari sang belahan jiwa sedang di negeri orang, Bunda pun tak ingin sang ayah ikutan menjadi lemah. Sesungguhnya, Ayah dan Bunda saling menguatkan satu sama lain. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, Pak guru.

08 Mar
Balas

Alhamdulillah, begitu halus dan tajamnya hati Bunda Raihana. Analisanya Mak nyuss. Salam sehat wal afiat selalu. Barakallah.

08 Mar

Ya Allah...Cerita yang mengharukan Pak Zaen....

08 Mar
Balas

Okelah kalau begitu, saya lanjutkan. Hehehe....

08 Mar



search

New Post