Mendadak Syekh
Syetan, jin, demit, roh gentayangan malam ini lari terbirit-birit. Aku berubah! Pakaian kebesaran kutanggalkan. Celana, kaos kesayangan kugantungkan. Peti wasiat kubuka perlahan. Mantra jopa-japu kulafalkan, bim salabim! Bantu ya! Bantu ya! Jadi apa? Prok! Prok! Prok! Ting! Sarung, baju koko, dan songkok.
Kukenakan, menghadiri undangan pengurus takmir masjid. Jelek-jelek, aku masih dianggap, hehehe…. Para gurusianer tahu, aku mbejujat, mbeling, ngguapleki, ngguateli, dan teman-temannya. Hadirin kaget bukan kepalang. Sedikit menutup mata, seperti ada gerhana matahari total.
Aku bagaikan Syekh Maulana Syamsudin, Rofiudin, atau Saridin. Anggap saja, Syekh Saridin. Biar tidak menyinggung siapa-siapa. Cium cup! cup! cup! tanganku jadi rebutan. Mendekat, nglesot laksana bertamu pada Seorang Raja. Beginikah rasanya jadi Syekh? Enak, nyaman, tangan bersih sendiri. Hahaha….
Undangan pukul 18.30, hingga pukul 19.00 acara belum dimulai. Syekh Saridin angkat bicara. Aku siapkan suara paling besar berwibawa, “Nunggu siapa Pak Ketua?” Dia tolah-toleh, tidak bicara. Akhirnya menunjuk salah satu sekretaris sebagai pembawa acara.
Kegiatan pun on, pembukaan, tahlilan, dan cuap-cuap ketua takmir. Ini menu wajib di sajian pembuka. Lanjut pembacaan laporan keuangan, dan musyawarah. Menu ini paling ramai, penuh tip, intrik, argumen, mengalahkan serunya debat capres dan cawapres. Terkadang harus mengangkat dua jari, atau mendatangkan berkilo-kilo es untuk mendinginkan suasana.
Adu argumen, dalil, aqli maupun naqli. Bahkan hingga dalil yang paling tersohor, “pokoknya begini, harus begini. pokoknya begitu, harus begitu.” Bahasa Syekh Saridin “dalil cap pekok.” Dalil pekok tidak membutuhkan logika berfikir, asbabun nuzul, atau asbabul wurud. Empat sumber hukum Agama Islam, tiada guna. Kekuatan otot leher, dan besarnya pita suara modalnya. Penyanyi lagu cadas kira-kira yang piawai. Ada-ada saja, di zaman milenial masih ada “dalil cap pekok.”
Ah! Biarlah, menu terakhir saja yang aku sikat. Sepiring nasi putih, irisan terong dan kacang panjang rebus. Dibalut lele goreng, dan sambal khas Banyuwangi. Sambal tempong. Membuat mulut seperti ditempong (dipukul memakai tangan terbuka). Ndomble, ndoweh, hah…hah…hah…, keringat bercucuran membasahi muka. Adauh! suedaapnya…. Nyam…nyam…nyam…dua piring laudess tak tersisa.
Cukup air putih dua gelas, tanpa es, tanpa gula, maupun pemanis buatan, Syekh Saridin sudah lega. Mengambil sendiri, tidak perlu pelayan seksi, apalagi disuapi.
Hadirin curang, mereka tidak lagi berpamitan pada Syekh. Setelah sambel tempong laudess mereka berhamburan keluar. Tidak lagi bersalaman cium tangan. Syekh Saridin pulang sendirian. Menanggalkan kembali, baju tipuannya. Menjadi manusia sejati tanpa baju Syekh Saridin.#
Empat sumber hukum Agama Islam: Al Quran, Hadis, Ijma', dan Qiyas.
Asbabun nuzul: Sebab musabab turunnya ayat Alquran.
Asbabul wurud: Sebab musabab kedatangan/ adanya hadis.
Baity Zannati, 4.03.2019, 23.00 WIB
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Nyuwun pangestunipun Pak Kyai....
Inggih sami2 Bu Nyai.
Tempong, lauk ikan yang ada di daerahku. Sukses Syeh Saridin. Ditunggu kehadiran berikutnya.hehe
Terima kasih sudah singgah, insya Allah. Belajar istikamah.
Masuk Kiai.
Syekh...mmuah.