Menemukan Tuhan di Lokalisasi
Kutemukan Tuhan di LokalisasiBy: Kang ZaeCerita ini nyata, hanya saya ubah nama pelaku, tempat, waktu, dan lokasi kejadiannya. Non fiksi, bukan khayalan. Penuh nasihat, meskipun ada kata 'lokalisasi.' Sungguh kasihan kata ini, diidentikkan dengan tempat haha hi he. Konon katanya tempat menumpahkan kesenangan sesaat.Suatu saat gerimis meliputi lokalisasi Asyik Masyuk. Kang Zae penjual jagung rebus sudah duduk menunggu konsumen. Lelaki berperawakan kurus, tinggi, kumis tipis seksi, celana jin, dan kaos tanpa kerah warna 'mbulak'. Dia rutin, hampir sejak sore hingga malam berjualan jagung rebus di lokasi tersebut. Namun jangan dikira Dia langganan tetap.Meskipun istiqamah keluar masuk tempat penjaja cinta. Dia belum pernah sekalipun 'icip-icip' daging mentah mereka. Hanya jualan jagung rebus. Terkadang sambil ditemani langganan dan idola favoritnya. Bukan rahasia umum, orang-orang yang datang tidak banyak berubah. Orangnya cenderung tetap. Wanita gebetannya pun cenderung tidak berubah. Mungkin sudah cocok itunya dan anunya. Klop, presisi, yang satu dengan yang lain.Gerimis itu membuat para pelanggan ogah-ogahan datang. Sepi, laksana kuburan.
Kang Zae, dikerumuni kupu-kupu malam. Mereka nempel, di sekitarnya. Sambil sesekali tangan mereka sibuk memainkan gawai. Ada juga yang komat-kamit menghaluskan jagung rebus.
Hampir semua suka jagung rebus spesial Kang Zae. Diselingi gurauan khas Asyik Masyuk. Gerrr... tertawa lepas, menghilangkan kecemasan. Besok, ada yang dimasak atau tidak? Uang saku anak sekolah hutang dimana? Bayar cicilan haruskah tertunda?....
Jam digawai Kang Zae menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktunya pulang. Para wanita harapan mulai gusar. Karena belum dapat uang. Namun Kang Zae tetap tenang. Seakan tidak memperhatikan ekspresi mereka.
“Kang, gimana kami belum dapat uang?” Bunga mewakili teman-temannya.
“Kang Zae kan melihat sendiri, pelanggan sepi. Hanya ada satu dua pelanggan, itupun kredit. Dasar setan! Mintanya lama. Macam-macam posisi, harus begini, ‘kudu’ begitu. ‘Owah’ semua. Ealah! Uaasu! Nyicil!” Ujar Melati, sambil menghisap rokok filternya.
“Ya gak apa-apa, besok juga boleh. Setiap hari saya kan kesini.” Jawab Kang Zae menenangkan mereka.
“Apa begini saja Kang Zae,” Kenanga menyela. Wanita cantik semlohe. Kembang Asyik Masyuk itu, selalu yang pertama ditanyakan para pelanggan. “Aku melayani Kang Zae, harga langganan. Dan kami tidak punya hutang.” Si kulit mulus melanjutkan lobi-lobinya pada Kang Zae.
“Wes tidak usah, saya punya anak perempuan. Tidak tega jika sampai diperlakukan seperti Kalian. Kalian semua sudah saya anggap sebagai saudara. Sepinya Kalian, juga sepinya saya. Hutang tidak apa-apa. Bahkan jika untuk kebutuhan makan dan biaya sekolah anak-anak Kalian, saya insya Allah siap membantu. Jangan sampai nasib anak-anak seperti nasib kita. Biarlah kita saja yang kotor, anak-anak jangan. Anak-anak akan membanggakan kita. Jikalau mereka sekolah tinggi dan dapat meraih sukses. Tidak perduli keadaan hina dan bejatnya kita. Anak-anak, kelak akan membacakan doa-doa. Jika kelak kita tiada.”
Hening, sepi, sunyi, tidak menyangka. Mereka memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Kang Zae. Tiba-tiba, Mawar meraih tangan Kang Zae. Mencium berulang-ulang tangan kurus kering tersebut. Wanita-wanita bernasib malang tersebut, mendekat, merangkul tubuh Kang Zae. Sesenggukan, air mata mengalir dari kedua mata mereka. Seakan anak yang diperhatikan orang tuanya.
Malam gerimis itu, diikuti hujan tangis. Entah mengapa? Kata-kata tersebut seakan menghujam di jantung mereka. Mereka tersentuh, terjaga dari tidur panjangnya. Ada janji akan saling merasakan kesulitan bersama. Secepat mungkin dapat pergi dari Asyik Masyuk. Merawat anak-anak dengan baik. Meskipun tanpa suami dan ayah mereka.
Mereka seakan menemukan cahaya. Bersinar terang benderang dari dua bibir hitam Kang Zae. Bibir tak seksi, terselimuti bekas nikotin rokok kretek lintingan. Robbighfirli... Robbighfirli... Robbighfirli...ampuni saya. Ampuni kami yang telah larut dalam kenistaan. Maafkan kami, sudah lari jauh dari-Mu. Terima kami, sebagai hamba-Mu. Kami tidak minta surga, karena kami terlalu hina. Kami hanya minta diampuni. (*)
# Kang Guru Kampret merangkul semua.
20 Maret 2019
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Non fiksi diceritakan kembali dengan diksi yang apik menjadikannya cerita yang berisi. Terima kasih Pak Guru
Terima kasih juga sudah mampir dan memberikan motivasi.
Semoga Allah SWT membuka pintu ampunan atas dosa-dosa yang telah kita perbuat, ,Yakinlah, Allah lah satu satunya tempat memohon pertolongan, perlindungan dan ampunan
Amin Bu, tidak ada satu pun orang yang bersih dari salah dan dosa, kecuali Rosulullah.