
NAMANYA SARINAH
Sarinah, nama yang diberikan bapak angkatnya. Entah kemana, bapak/ibu kandungnya berada? Dia ditemukan di tepi jalan desa. Dalam keadaan gundah gulana. Tanpa sanak saudara. Hidupnya pun bersama bapak angkat dan keluarga besarnya.
Sarinah kini beranjak dewasa. Tanggung jawab mulai dibebankan padanya. Bukan pekerjaan rumah tangga. Tetapi mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga. Padahal dia wanita? Tega nian bapak angkatnya. Bukan tega, namun keterpaksaan belaka.
Keluarga besarnya, bapak/ibu dengan dua putri dan dua putra. Enam jiwa, tujuh dengan dirinya. Tentu bisa dibayangkan, seberapa banyak kebutuhan makan minumnya. Belum lagi sekolahnya. Meskipun ada program sekolah gratis tanpa biaya, apakah sekolah harus telanjang tanpa busana? Alat tulis, akankah pada pelepah kelapa?
Dirinya..., jangankan sekolah? Bapak angkatnya hanya mengajarkan keterampilan saja. Ya, keterampilan untuk bekerja. Keterampilan untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya.
Bukan tulis baca? Bukan! Tidak! Literasi tulis dan baca? Ah! Omong kosong belaka! Literasi finansial lah yang dielu-elukan bapaknya.
Ooh..., Sarinah, sungguh kasihan dirinya. Berangkat pagi-pagi buta, pulang malam gelap gulita. Kepala dia jadikan kaki, kaki dia jadikan kepala. Siang, malam, panas, hujan, tetap bekerja. Kerja! Kerja! Kerja! Begitu bapak angkat menghentaknya. Jika dia kelihatan ogah-ogahan dan tidak bertenaga.
Sarinah selalu berangkat kerja dengan bapak angkatnya. Dan diharuskan bersama-sama. Bapaknya sangat khawatir, bila dia berangkat kerja sendirian saja. Dia akan pergi, berlari, dan meninggalkan rumah, mencari bapak/ibu kandungnya.
Sungguh tega bapak angkat dia. Sarinah selalu diikat, atas dasar kekhawatiran belaka. Bahkan siang dan malam ikatan tidak akan dilepas oleh bapaknya.
Ooh…, Sarinah. Sungguh kasihan dan begitu malang nasibnya. Disuruh bekerja, diikat serasa di penjara. Entah hingga kapan, ketidak percayaan bapak angkat bersemayam di kepala.
Sarinah…, apes, sungguh sengsara nasib kera wanita. Hiburan bagi anak-anak, kebanggaan keluarga besarnya. Kandang sempit, makan seadanya bagian jerih payahnya. Rumah besar dan mewah untuk bapaknya alias majikannya.
Sarinah…Sarinah...Sarinah. Pembaca jangan kecewa! Apalagi sampai meneteskan air mata. Ini kan kisah seekor kera wanita. Yang dimanfaatkan oleh manusia.
Kalau terhibur dan senang cukup menontonnya. Bayar dengan uang banyak agar tuannya tidak memukul dia. Itu salah satu cara menolongnya. Atau membelinya, dan merawat sebaik-baiknya. Bisa juga melepaskannya ke swaka margasatwa, atau hutan belantara.
Hidup Sarinah! Hidup Sarinah! Ayo pergi ke pasar dan bekerja! Naik sepeda ya! Jangan lupa payungnya!
My Zannati Home-Banyuwangi
Senin, 25 Februari 2019
Pukul : 17.00 WIB
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sarinah oh Sarinah....
Hehehe
Topeng monyet nih cerita nya Pak? Keren idenya. Salam Literasi
Matur nuwun, terima kasih sdh berkunjung, salam literasi.
Keren