Zaenal Arifin

Praktisi pendidikan matematika di SMPN 1 Bangorejo-Banyuwangi. Hidup di https://www.facebook.com/zaenal.math IG: @zaenal.math TW: @Arifna2014...

Selengkapnya
Navigasi Web

Santri dan Anak

Santri dan Anak

(True Story)

By: Kg. Zae

Seorang anak mondok di pesantren ayahnya sendiri. Ayah titip anak pada pengurus pesantren. "Kang, kulo bade mondokne putra kulo." Bisa dibayangkan, bagaimana tingkah kikuk Kang Santri. Kiai mereka, pamit pada pengurus pondok. Ya, untuk memondokkan putranya sendiri. Pengasuh pondok pesantren tempat Kang Santri mondok.

Tidak itu saja, Kiai juga berpesan: "Le, pantang pulang sebelum tiga tahun!" Tidak boleh pulang sebelum paling sedikit tiga tahun di pondok. Harus bersikap layaknya santri. Tidur bersama santri. Aturan yang berlaku pada santri, juga berlaku padanya.

Masya Allah, Luar Biasa Anak pun "Sami'na wa atha'na." Tidak pulang, tidak masuk rumah. Padahal pesantren ayah ada di depan rumahnya. Ibu pun mengirim putranya lewat pengurus pesantren. Menemui putranya di tempat pengiriman. Begitu pula ayahnya. Kalau saya? Insya Allah tidak kuat. Baik sebagai anak, apalagi sebagai ayah.

Namun, anak yang jadi santri melaksanakan dengan patuh pesan ayahnya. Santri yang jadi anak pun demikian. Menahan rasa kangen pada Ibu. Membuang jauh-jauh untuk sementara rasa ingin dimanja. Rasa kangen masakan Ibunda. Rasa apapun yang selayaknya dinikmati anak di rumahnya.

Waktu anak sakit? Tetap tidak boleh masuk rumah. Dirawat anak-anak santri seperti santri lainnya ketika sakit. Saat hari raya pun demikian. Tidak boleh masuk rumah. Minta maaf dari jauh. Teriak seperti orang telepon. "Bu, mohon maaf!" kata sang anak. "Ya Nak! saya maafkan!"

Unik, menarik, konsisten, tirakat, prihatin, istiqamah, qana'ah, ikut merasakan perasaan santri, mandiri, dan lain-lain. Kisah ini, asli adanya. Tambahan pada beberapa hal tidak mengurangi isi. Bagi Pembaca yang mengetahui kisah detailnya. Dan dirasa perlu ditambahkan, saya persilahkan. Jika perlu kopi darat, saya insya Allah siap.

Kisah ayah: Almarhum almaghfur lah K.H.Abdul Majid pendiri dan pengasuh P.P Mambaul Huda krasak Tegalsari Banyuwangi. Kiai unik, nyentrik, tidak sudi dipanggil 'Kiai'. Panggil saja Mbah Dul, Pakde Dul, atau Kang Dul.

Dengan putranya yang juga unik, nyentrik Almarhum almaghfur lah K.H. Umaruddin Abdul Majid. Pada Jenengan berdua saya panjatkan doa. Saya kirimkan bacaan surat Al Fatihah ... amin. (*)

#Kang Guru ingin Meguru

23 Maret 2019.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Apa sudah ditulis kisahnya dalam sebuah Buku Pak Ze, itu cerita dan kisah yang menarik pasti akan menjadi buku yang laku keras, ketika ada kumpulan di Pondok itu bisa menjadi pasar buku yang menarik tersebut, ayo wujudkan buku tentang Mbah Dul atau Kang Dul, Barokallah

25 Mar
Balas

Alhamdulillah, terima kasih Pak Haji. Insya Allah akan segera diwujudkan. Barakallah.

25 Mar

Masya Allah saya selalu salut untuk orang tua yg menyekolahkan anaknya di pondok pesantren. Inspiratif Pak Barakalah

25 Mar
Balas

Saya pun demikian. Rumah di belakang terminal, besar di pesantren, sekolah formal di luar. Saat ini berdiam dan membina rumah tangga di lingkungan pesantren. Berbagai karakter membentuk diri. Sableng, liar, tetap nurut terutama pada Ibu, dan insya Allah pada Tuhan. Mirip kisah si Kera Sakti, hehehe.... Barakallah.

25 Mar

Bapaknya seperti Nabi Ibrahim, percaya penuh sama ALLAH tanpa tapi. Ia titip ke pondok penuh kepercayaan, semoga pak yai sanggup menerima amanah seberat gunung uhud ini. semoga anaknya seperti Nabi Ismail

25 Mar
Balas

Amin. Sang Ayah sudah berpulang 34 tahun yang lalu. Sang anak pun menyusul 11 tahun lalu. Warisan peradabannya sungguh luar biasa. Barakallah.

25 Mar



search

New Post