zuni

Guru SLB Maarif Muntilan Magelang Jawa Tengah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Perempuan Pemetik Padi

Sri perempuan yang kini tumbuh menjadi seorang wanita dewasa. Dia memiliki sedikit kekurangan pada pendengaran dan bicaranya, namun orang tua Sri tidak pernah membedakannya dengan anak yang lain. Justru karena kekurangannya inilah Sri menjadi perempuan yang rajin.

Bangku sekolah SD sekalipun tak pernah dienyamnya. Dia lahir, tumbuh dan kini beranjak dewasa yang diketahuinya hanya pekerjaan dan pekerjaan. Dari pagi hari sampai sore, selalu mengikuti jejak ibunya bekerja di sawah.

Wajar saja jika yang dikenalnya ya hanya sawah dan tanaman. Ibunya juga merupakan wanita yang tidak mengenyam pendidikan. Setua ini pun tahunya juga hanya kerja.

Suatu siang yang sangat terik, Sri saat itu masih di sawah membantu simboknya memanen padi milik tetangganya. Saat istirahat siang, bekal makanan yang dibawanya dinikmati bersama simboknya. Nikmat sekali rasanya. Perut lapar, maka makanan apa pun terasa enak dan nikmat. Ditambah lagi makan bersama teman bekerja di sawah.

Sawah yang berdekatan dengan jalan raya itu ternyata menyimpan misteri dan cerita menyayat hati. Sri pun menjadi korban. Ya, korban seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

Suatu hari, ketika simboknya tidak ikut ke sawah karena sedang sakit, Sri pun berangkat sendirian. Tak dinyana, di belakangnya ada seorang laki-laki yang membuntutinya.

Rupanya lelaki itu sangat paham keadaan Sri yang kurang pendengaran dan tak mampu bicara.

Lelaki itu pun merayunya.

“Heh, ayo ke sini!” ajaknya dengan isyarat agar Sri mendekat.

Tak disangka Sri pun mengikuti lelaki itu. Selma ini Sri tak pernah mengenal lelaki mana pun. Bapaknya telah lama meninggal dunia sejak Sri masih bayi.

Lelaki itu pun membawakan sesuatu yang dibungkus daun pisang. Mungkin makanan. Sri menuruti apa kata lelaki itu. Di bawah pohon kelengkeng mereka berdua istirahat menghindari panas matahari yang begitu menyengat.

“Kau sudah punya suami belum?” anya lelaki itu sambil mengisyaratkan dua jari telunjuk kanan dan kiri digerakkan bersama.

Sri hanya menggeleng. Rupanya dia paham apa yang dikatakan lelaki tersebut.

“Mau gak kujadikan istri?”

Kening Sri berkerut. Mungkin berpikir harus menjawab apa.

“Mau gak kamu kujadikan istri?” tanyanya kembali sambil mengisyaratkan kedua jari telunjuknya.

Sri pun menggeleng, mungkin karena takut.

“Mbok mau, ya?”

Kembali menggeleng.

“Kok gak mau kenapa, aku kaya lo.”

Lelaki yang dikenal sebagai juragan tanah itu memang kaya, tetapi istrinya juga sudah banyak. Rasanay tidak rasional jika memperistri Sri yang punya kekurangan.

Pertemuan demi pertemuan itu pun terus berlanjut. Rupanya sekarang mulai menampakkan rasa suka pada lelaki itu.

Hadi nama lelaki itu pun sering mencari kesempatan agar bisa bertemu dengan Sri.

Hingga suatu siang, saat semua sepi, tak terlihat pekerja di sawah, lelaki itu pun melancarkan aksinya.

Dipaksanya Sri melayani nafsunya.

Sri hanya mendengus, ingin berteriak tetpi tak mampu. Akhirnya Sri pun menangis.

Hadi tidak hanya sekali melakukan aksinya, setiap ada kesempatan, maka dia pun menemui Sri di tempat yang dirasa sepi.

Dua bulan berlalu. Sri pun menampakkan gejala yang tidak seperti biasanya. Dia tidak mau makan, merasa pusing yang sering diperlihatkan memegang kepalanya, serta muntah-muntah.

Simbok menyangka bahwa Sri hanya masuk angin. Akhirnya simbok pun tidak tega melihat anaknya sakit.

“Sri nanti sore kamu akan kuperiksakan ke bidan, ya,” pinta simbok sambil menunjukkan jari yang ditusukkan ke pantat seperti dokter ketika menyuntik pasien.

Sri hanya mengangguk.

Antrean di tempat bidan tidak terlalu lama. Sri dipersilakan masuk ruang periksa. Simbok diminta mendampingi karen abidan kesulitan berkomunikasi.

Sri diminta berbaring di tempat tidur.

Bidan memegang alat tensi, kemudian memeriksa bagian badan yang lain. Ketika emmegang bagian perut, bidan pun kaget.

“Lo ini kok kayak ada janin ya. Wah sudah beberapa minggu ini,” kata bidan mengagetkan simbok.

“Apa Bu? Perutnya gimana?”

“Ini ada bayinya Bu. Sudah nikah ya Bu?”

“Belum Bu,” jawab simbok polos.

“Aduh belum nikah to. La terus ini bayinya siapa, siapa bapaknya?”

“Oalah Sri, kowe kok meteng karo sapa Sri?” tanya simbok sedih.

Air mata simbok tak sanggup dibendung.

“Kok ya tegel to metengi cah kongene.”

“Sabar Bu, sabar. Besuk kita tanya Sri kira-kira lelaki mana yang sering bertemu dengannya.”

“Iya Bu. Saya sedih karena anak ini kurang gak bisa bicara gak bisa mendengar kok ya ada yang tega.”

“Saya pingin minta tanggung jawabnya!”

“Ya sudah Bu, semoga besuk segera ketemu bapaknya. Dimintai tanggung jawab. Ini obat diminum ya, ada aturannya jangan lupa mengingatkan, Bu.”

Sembilan bulan berlalu, Sri selalu diberikan kesehatan, dan bayi pun lahir dengan selamat. Seorang bayi laki-laki dengan BB 2,7 kg, dan TB 51 cm, lahir normal terlihat ganteng.

Simbok pun merasa bersyukur. Meski lelaki itu telah ditemukan, tetapi tetap tidak mau mengakui sebagai anaknya apalagi minta tanggung jawab. Oh Sri nasibmu kok begini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post