Rindu Ramadan yang Dulu
Tidak seperti tahun lalu, Ramadan tahun ini mempunyai cerita yang lain. Kondisi sosial ekonomi dan masyarakat dalam keadaan penuh keprihatinan. Wabah corona yang belum juga menampakkan cahaya terang akan usai membuat hati sebagian masyarakat cukup cemas. Begitu juga apa yang dirasakan Bu Trimah. Meski dirinya mencoba menenangkan diri, tetapi kadang hatinya goyah juga.
Menjelang Ramadan biasanya Bu Trimah sudah mempersiapkan skedul khusus. Sebagian rezekinya dialokasikan untuk menjamu anak-anak yang aktif melaksanakan kegiatan di musala dekat rumahnya. Begitu juga suami Bu Trimah setelah melalui musyawarah pengurus musala, membuat jadwal penyaji takjil dan jadwal pemberi ceramah Ramadan usai tarawih.
Biasanya seminggu menjelang Ramadan, musala dibersihkan beramai-ramai. Tua, muda laki-laki, perempuan, semua bersatu membersihkan segala sesuatu menyambut Ramadan. Kotak amal musala juga dibuka, dihitung dan dimanfaatkan.
Kesibukan setahun yang lalu kini hampir tidak akan ada tahun ini. Rasanya ingin menangis. Sedih. Kesibukan ibu-ibu menjelang saat berbuka menyiapkan buka puasa jamaah di musala sirna. Apakah ini hukuman dari yang maha kuasa?
Ataukah manusia terlalu banyak dosa hingga Allah menghukum dengan wabah dan kesulitan dalam semua bidang?
Mengapa segalanya begitu cepat berubah? Maafkan kami ya Allah!
“Pak, Ramadan tahun ini serasa hampa ya?” tanya Bu Trimah suatu sore ketika matahari hampir tenggelam di ufuk barat.
Pak Maryudi suami Bu Trimah hanya melirik ke arah istrinya. Dia lihat wajah istrinya nampak sedih. Ada sesuatu yang berbeda. Mungkin kondisi saat ini betul-betul belum dapat diterimanya dengan hati terbuka.
“Ya yang jelas kita harus tetap siap dengan segala perubahan, Bu. Kita tidak sendiri. Seluruh jagat mengalami kondisi yang sulit setelah wabah corona ini.”
“Mungkinkah ini sudah mendekati kiamat ya Pak?”
“Hus..gak boleh kau bicara seperti itu, Bu. Kita berpikir positif saja Bu. Pasti Allah punya rencana indah untuk hamba-hamba-Nya.”
“Yang jelas, kita harus lebih banyak intropeksi diri, beristighfar dan mendekatkan diri pada Allah. Apalagi saat ini, kita dapat mengetahui kabar dari mana pun tentang perkembangan wabah ini. Hati kadang terasa miris. Banyaknya korban, bagaimana perjuangan pada tenaga kesehatan di tengah wabah ini.”
“Iya betul Pak. Kita betul-betul diuji bukan hanya ekonomi tetapi juga kesehatan.”
“Nah itulah. Maka Allah kan sudah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 2, bahwa orang yang menyatakan beriman itu tidak cukup dengan pernyataan itu. Dia akan diuji juga. Sampai seberapa tingkat keimanannya.”
“Gini saja Bu. Dana yang biasanya dialokasikan untuk anak-anak, bisa dialihkan membantu sekitar kita yang lebih membutuhkan. Wujudkan sembako juga boleh, syukur jika ditambahi uang,” usul Pak Maryudi.
“Nah, aku juga baru kepikiran itu, Pak,” ucap Bu Trimah girang.
“Satu yang tidak boleh lupa Bu. Tetap nambahi ilmu untuk bekal melaksanakan ramadan besuk. “
“Oh ya saya juga mohon maaf Pak, banyak salah terhadap Bapak.”
“Sama-sama Bu, semoga kita diberikan umur yang panjang, dapat melaksanakan ibadah Ramadan dengan sebaik-baiknya.”
Dari musala terdekat azan magrib pun telah berkumandang.
Keduanya bergegas mengambil air wudu dan segera ke musala.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar