KISAH AHLI IBADAH MASUK NERAKA KARENA TETANGGA (Hari ke-504)
Hubungan manusia dengan Allah ta’ala harus dijaga dengan baik melalui ibadah, dzikir dan amal shalih. Manusia harus juga menjaga hubungan baik terhadap sesama manusia dengan berbuat baik kepada tetangga, tidak menyakiti baik dengan perkataan maupun perbuatan, dan tidak memfitnah. Untuk menjadi penghuni surga, manusia tidak hanya banyak beribadah kepada Allah ta’ala saja, tetapi harus berbuat baik kepada sesama manusia terutama kepada tetangga.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad dan Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad dikisahkan bahwa pada suatu ketika datanglah sekelompok sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menceritakan profil dua orang perempuan yang satu sama lain saling bertentangan.
Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan yang terkenal karena ia rajin melaksanakan ibadah shalat malam, puasa, sedekah dan zakat dengan sempurna. Namun, ia sering menyakiti hati dan perasaan tetangganya dengan lisannya." Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Tiada kebaikan padanya dan dia termasuk penghuni neraka."
Para sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kenapa?” tanya salah seorang sahabat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sebab mulutnya selalu menyakiti orang lain. Dia suka mengganggu tetangganya dengan ucapannya. Seluruh amal ibadahnya hancur, karena dia punya akhlak yang buruk. Dia menjadi ahli neraka karena ibadahnya tidak mampu menjadikan dirinya untuk berakhlak yang baik.”
Kemudian seorang sahabat menyampaikan lagi tentang seorang perempuan yang terkenal justru karena ia tidak melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan zakat dengan sempurna, namun ia sama sekali tidak pernah menyakiti hati dan perasaan tetangganya. “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang hanya melaksanakan shalat wajib saja dan hanya bersedekah dengan sepotong keju namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Dia termasuk penghuni surga."
Untuk memahami hadits di atas perlu kehati-hatian. Hadits di atas sama sekali bukan merupakan ajakan untuk meminimalisasi pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan zakat, juga tidak mengajarkan untuk lebih memperhatikan ibadah-ibadah sosial ketimbang ibadah-ibadah ritual.
Mengedepankan ibadah-ibadah sosial tidak harus dengan mengenyampingkan ibadah-ibadah ritual. Esensi hadits di atas adalah penegasan bahwa tidak ada pemisahan antara antara ibadah dan akhlak, atau tidak ada pemisahan antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Ibadah dan akhlak harus mewarnai aktivitas hidup setiap muslim secara selaras, serasi, dan seimbang.
Pemahaman yang tidak seimbang terhadap pentingnya ibadah ritual dan akhlak akan melahirkan dua macam kelompok manusia. Pertama, kelompok manusia yang pandai melaksanakan ibadah ritual tapi berakhlak buruk. Mereka sempurna melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan haji, mereka juga terbiasa melakukan penyelewengan, korupsi, dan manipulasi. Kedua, kelompok manusia yang berakhlak mulia tetapi melaksanakan ibadah-ibadah ritualnya tidak secara maksimal.
Berdasarkan kisah ini, bahwa syarat utama untuk menjadi penghuni bukan hanya banyak beribadah kepada Allah, tapi juga harus berbuat kepada sesama manusia terutama terhadap orang-orang terdekat di sekitar kita seperti keluarga, tetangga, teman dan lainnya. Meski banyak ibadah namun sering mengumpat, mencela dan selalu buruk sangka terhadap orang lain, maka tidak akan masuk surga. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَه
“Tidak akan masuk ke dalam surga, seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam,
Semoga barakah, manfaat.
Bulungkulon, 19 Mei 2023 (Hari ke-504)

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi
Alhamdulillah Pak Dede Saroni, sukses selalu ya Pak
Betapa mudahnya masuk surga ya, Bun. Makasih ulasannya, Bunda. Smg lisan kita makin terjaga
Aamiin Yaa Allah, Barakallaah Bu Ernasari
Saya dan suami , malah tiap pergi yang nginap, akan nitip serumah-rumahnya sama tetangga dengan memberikan kunci rumah.
Bagus Bu Mirdayanti, tetangga adalah saudara, sukses selalu ya Bu
Alhamdulillaah, segala puji hanya bagi Allah ta'ala
Barakallaah
Terima kasih penserahannya bunda.Salam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta.
Aamiin Yaa Allah, Alhamdulillah Pakdhe, sukses selalu nggih
MasyaAllah Bund, ulasan yang begitu menyentuh. Semoga dapat menjalani hidup lebih nyaman, aman bermanfaat bagi ummat
Aamiin Yaa Allah, Barakallah Bu Sholihah, sukses selalu ya Bu
Masya Allah Ustadzah. Betul saya setuju. Menurut saya, tetangga adalah merupakan saudara yang paling dekat. Karena belum tentu jika kita ada kesulitan, saudara kandung yang rumahanya jauh dari kita akan segera menolong. Tetapi tetanggalah yang akan cepat dan segera menolong. Barokallah.
Alhamdulillah, Barakallaahu lakuma Bu Anita, sukses selalu ya Bu