MARAH YANG DIPERBOLEHKAN (Hari ke-470)
(Lanjutan)
Marah yang terpuji adalah kemarahan karena Allah, karena al haq, dan untuk membela agamaNya. Khususnya ketika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ وَيُذْهِبَ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mu’min. (QS. At Taubah: 14-15).
Begitulah keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu beliau tidaklah membalas dengan hukuman untuk (membela) dirinya, tetapi beliau membalas dengan hukuman jika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ قَطُّ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ بِهَا لِلَّهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam disuruh memilih di antara dua perkara sama sekali, kecuali beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selama hal itu bukan merupakan dosa. Jika hal itu merupakan dosa, maka beliau adalah manusia yang paling jauh dari dosa. Dan tidaklah beliau membalas dengan hukuman untuk (membela) dirinya di dalam sesuatu sama sekali. Kecuali jika perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman terhadap perkara itu karena Allah.” (HR. Bukhari no. 6126, Muslim no. 2327).
Demikian juga beliau tidak pernah memukul pembantu atau seseorang, kecuali jika berjihad di jalan Allah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا نِيلَ مِنْهُ شَيْءٌ قَطُّ فَيَنْتَقِمَ مِنْ صَاحِبِهِ إِلَّا أَنْ يُنْتَهَكَ شَيْءٌ مِنْ مَحَارِمِ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali memukul sesuatu dengan tangannya, juga tidak pernah memukul wanita (istri), dan tidak pernah memukul seorang pembantu. Beliau memukul jika berjihad di jalan Allah. Dan tidaklah beliau disakiti dengan sesuatu sama sekali, lalu beliau membalas terhadap pelakunya. Kecuali jika ada sesuatu di antara perkara-perkara yang diharamkan Allah dilanggar, maka beliau akan membalas dengan hukuman karena Allah ‘Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim no. 2328, Abu Dawud no, 4786, dan Ibnu Majah no. 1984).
‘Aisyah radhiyallahu anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia menjawab, “Aklhak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an” (HR. Muslim no. 746).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beradab dengan adab-adab Al-Qur’an dan berakhlak dengan akhlak-akhlak Al-Qur’an. Apa saja yang dipuji oleh Al-Qur’an, maka itulah yang beliau ridhai (sukai). Dan apa saja yang dicela oleh Al Qur’an, maka itulah yang beliau murkai.
Jika melihat atau mendengar apa yang dimurkai Allah, maka beliau marah karenanya, beliau berbicara tentangnya, beliau tidak diam! Di antara sebagian sikap beliau tentang hal tersebut, yaitu:
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ وَقَالَ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ قَالَتْ فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan sebuah tirai pada sebuah rak. Pada tirai itu terdapat gambar-gambar. (yaitu gambar manusia atau hewan). Maka setelah beliau melihatnya, lalu mencabut tirai tersebut dan bersabda, “Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah.” (yaitu para pembuat patung (gambar) makhluk bernyawa). ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954, Muslim no. 2107).
Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu anhu berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ أَجْلِ فُلَانٍ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَضِبَ فِي مَوْعِظَةٍ قَطُّ أَشَدَّ مِمَّا غَضِبَ يَوْمَئِذٍ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ أَمَّ النَّاسَ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ
“Seorang lelaki menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku memperlambat shalat Shubuh disebabkan oleh Si Fulan (imam shalat) yang memanjangkan shalat dengan kami.” Maka tidaklah aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dalam memberikan nasihat sama sekali yang lebih hebat dari kemarahan beliau pada hari itu. Lantas beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kamu itu ada orang-orang yang membikin manusia lari (dari agama)! Siapa saja di antara kamu yang mengimami orang banyak, maka hendaklah dia meringkaskan (yaitu tidak shalat dengan panjang dan lama). Karena sesungguhnya di belakangnya (yang menjadi makmum), ada orang yang sudah tua, orang yang lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Muslim no. 466).
Abdullah bin Umar berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى بُصَاقًا فِي جِدَارِ الْقِبْلَةِ فَحَكَّهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقُ قِبَلَ وَجْهِهِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ludah pada dinding kiblat (masjid), lalu beliau membuangnya, kemudian menghadap kepada orang-orang dan bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu sedang shalat, maka janganlah meludah ke arah wajahnya, karena sesungguhnya Allah di arah wajahnya jika dia sedang shalat.” (HR. Bukhari no. 406).
Wallahu a’lam,
Semoga barakah, manfaat.
Bulungkulon, 15 April 2023 (Hari ke-470)

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillaah, segala puji hanyalah bagi Allah subhanahu wa ta'ala
Berkah untuk semuanya
Keren bun, semoga kita mampu mengontrol marah
Alhamdulillaah, Aamiin Yaa Allah, Barakallah Bu Sofiawati