MASJID AGUNG DEMAK (Hari ke-771)
Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, termasuk ke dalam jajaran masjid tertua di Indonesia. Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah dan wali songo pada abad ke-15. Masjid Agung Demak digunakan sebagai tempat berkumpulnya para wali songo.
Masjid Agung Demak hingga saat ini masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan dan ziarah bagi umat Islam. Masjid Agung Demak berdekatan dengan Alun-alun Demak, sehingga masjid ini mudah untuk ditemukan.
Masjid Agung Demak terletak di sebelah barat alun-alun Kabupaten Demak, berlokasi di kampung Kauman, kelurahan Bintoro, kabupaten Demak, Jawa Tengah. Hampir setiap hari masjid Agung Demak ramai pengunjungnya, untuk beribadah dan berziarah.
Masjid Agung Demak dijadikan tempat untuk berkumpul oleh wali songo yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa. Akhirnya kabupaten Demak memperoleh julukan sebagai Kota Wali.
Masjid Agung Demak dibangun dengan bentuk dan gambaran laksana bulus. Filosofis bulus memberikan gambaran mengenai waktu atau tahun didirikannya Masjid Agung Demak yaitu 1401 Saka. Bulus terdiri dari kepala bermakna 1, memiliki empat kaki bermakna 4, badan bulus berbentuk bulat dimaknai 0, dan ekornya bermakna 1.
Juga ditemukan berbagai ornamen berbentuk bulus di dinding masjid. Dari segi arsitektur bangunan, Masjid Agung Demak menyimbolkan bangunan bergaya tradisional Indonesia yang khas dan penuh makna. Meskipun arsitektur tradisional dan sederhana, tetapi bangunan masjid mampu memberikan kesan mewah, megah, indah, anggun, dan kharismatik.
Atas masjid yang bersusun tiga berbentuk limas merupakan gambaran akidah Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Empat tiang utama masjid yang disebut dengan saka, dibuat angsung oleh para wali songo. Di sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Ampel, dan sebelah timur laut oleh Sunan Kalijaga.
Bagian pintu masjid biasa disebut dengan nama bledeg diyakini mampu menahan petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo bertuliskan Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Adalah bagian dari pitutur panjang yang berbunyi "Mulat sarira hangrasa wani. Rumangsa melu handarbeni. Wajib melu hangrungkebi."
Mulat sarira hangrasa wani. Kata mulat berarti melihat, sarira berarti badan, hangrasa berarti merasa, dan wani berarti berani. Artinya, harus ada keberanian dengan kesungguhan hati untuk melihat kekurangan diri.
Wallaahu a’lam
Semoga barakah manfaat
Kudus, 10 Februari 2024 (Hari ke-771)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillaah, segala puji hanya bagi Allah ta'ala.
Berkah barakah semuanya.
Keren bunda
Alhamdulillah Bu Sofiawati, Barakallah
rindu tempat ini bunda, insyaallah tahun 2000-an, semoga saya bisa kembali kesini dalam waktu dekat ini....
Alhamdulillah, ke Menara Kudus juga ya.
Pasti bunda ke Kudus dan Muria