NABI IBRAHIM DAN ISMAIL MEMBANGUN KABAH (Hari ke-606)
Ka’bah merupakan kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia dalam menunaikan kewajiban utama yaitu shalat.
Pertama kali Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Ismail ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim dan Ismail pun saling kerja sama membangun Ka’bah secara perlahan selama berbulan-bulan. Kala itu, Nabi Ibrahim meninggikan bangunan Ka’bah hingga 7 hasta, dengan panjang 30 hasta, dan lebar 22 hasta.
Firman Allah ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 127:
وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127).
Allah ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Ismail ‘alaihissalam untuk membangun Ka’bah sebagai lambang cinta mereka kepada Allah ta’ala.
Ka’bah dibangun untuk melindungi Hajar Aswad, yaitu batu hitam yang datangnya dari surga. Di masa kini, Ka’bah menjadi tempat ibadah yang dikhususkan hanya untuk hamba Allah. Shalat menghadap ke Ka’bah menjadi satu tanda ketaatan dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, dan bukan berarti menyembah Ka’bah.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Ismail ‘alaihissalam membangun kabah langsung di bawah bimbingan Allah melalui perantara awan. Selesai menentukan derajat posisi, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membangun pondasi. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta tolong kepada Ismail untuk mencari batu paling bagus sebagai penanda manusia.
Ismail bertemu malaikat Jibril dan memberikannya batu hitam yang dikenal sebagai Hajar Aswad. Ismail berlari menemui ayahnya untuk memberikan batu cantik tersebut. Betapa senangnya Nabi Ibrahim hingga mencium batu tersebut berkali-kali.
Usai peletakan batu, Nabi Ibrahim dan Ismail berdoa kepada Allah ta’ala agar banyak yang berkunjung ke Mekkah untuk melihat Kabah. Allah mengabulkan doanya hingga masuk ke dalam rukun Islam kelima, menunaikan haji jika mampu. Bekas pijakan Nabi Ibrahim saat membangun Kabah diabadikan dengan sebutan Maqam Ibrahim.
Ismail diangkat menjadi nabi dan berdakwah di Mekkah untuk menyembah dan bertakwa kepada Allah ta’ala. Nabi Ismail wafat di Mekkah dan dimakamkan di Hijr Ismail. Menurut catatan sejarah, lokasi makam Nabi Ismail sama seperti makam ibunya, Siti Hajar.
Nabi Ismail ‘alaihissalam adalah anak shalih yang percaya dengan kekuasaan Allah ta’ala. Esensi kurban agar manusia saling berbagi satu sama lain. Allah ta’ala tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Selama manusia berusaha mencari solusi, maka Allah ta’ala akan membantu hambaNya.
Kedua, beberapa tahun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi Nabi, banjir bandang menerjang Mekkah hingga menyebabkan sebagian dinding Ka’bah roboh. Kaum Quraisy kemudian membangun kembali Ka’bah yang rusak tersebut. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu diperkirakan berusia 35 tahun, juga turut serta dalam pembangunan Ka’bah. Beliau mengangkut batu di atas pundaknya dengan beralaskan selembar kain. Beliau bahkan sempat tersungkur ketika membawa batu-batu tersebut.
Saat pembangunan telah selesai, suku-suku berselisih untuk menentukan suku mana yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempat asalnya. Nabi Muhammad kemudian mengusulkan agar Hajar Aswad ditaruh di atas selembar kain. Kemudian, perwakilan dari suku-suku yang berselisih itu masing-masing memegang ujung kain untuk kemudian mengarahkan batu hitam itu ke tempat semula. Pada akhirnya, semua orang sepakat dengan usul Nabi Muhammad.
Pada pembangunan kedua ini, Ka’bah ditinggikan hingga 18 hasta, namun panjangnya dikurangi menjadi sekitar 6,5 hasta (dari sebelumnya 30 hasta). Ka’bah dibiarkan dalam area Hijir Ismail. Sebetulnya Nabi Muhammad “tidak sepakat” dengan pembangunan Ka’bah yang dilakukan Kaum Quraisy. Pasalnya, pembangunan tersebut mengubah posisi Ka’bah sebagaimana ketika dibangun Nabi Ibrahim. Namun, Nabi Muhammad memilih untuk menahan egonya atas kebenaran sejarah, dengan mendahulukan kepentingan masyarakat secara luas.
Ketiga, pembangunan Ka’bah pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah. Pada akhir tahun 683 M, pasukan Yazid bin Muawiyah di bawah komando al-Hushain bin Numair as-Sakuni menyerbu Abdullah bin Zubair dan pengikutnya di Mekkah. Peperangan itu menyebabkan sebagian besar dinding Ka’bah roboh dan terbakar. Abdullah bin Zubair lalu meminta saran kepada yang lain, terkait dengan pembangunan Ka’bah. Apakah dibangun bagian-bagian yang rusak saja atau diratakan semuanya, baru kemudian dibangun kembali.
Setelah menerima beberapa usulan, Abdullah bin Zubair akhirnya meratakan Ka’bah dengan tanah. Ia kemudian membangun tiang-tiang di sekelilingnya dan menutupinya dengan tirai. Abdullah bin Zubair juga menambah bangunan Ka’bah sebanyak 6 hasta, dari yang dulu dikurangi Kaum Quraisy. Ia juga menambah tingginya menjadi 10 hasta sekaligus membuat dua pintu. Satu pintu untuk masuk, sementara pintu lainnya untuk keluar. Ia berani melakukan ini, merombak bentuk dan posisi Ka’bah, karena mengikuti hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Wahai Aisyah, seandainya kamu bukanlah orang-orang yang baru saja berlalu dari kemusyrikan, (dan saya tidak memiliki biaya untuk pembangunannya), (niscaya saya akan menginfakkan simpanan Ka’bah ke jalan Allah, dan) niscaya saya akan merobohkan Ka’bah dan meratakannya dengan tanah. (Kemudian akan aku bangun di atas pondasi Nabi Ibrahim). Saya akan menjadikan dua pintu baginya. Satu pintu di sebelah timur (sebagai pintu masuk) dan satu pintu lainnya di sebelah barat (sebagai pintu keluar). (Saya akan meratakannya dengan tanah). Saya akan menambah luasnya enam hasta lagi dari Hijir Ismail.” (HR. Bukhari).
Keempat, pembangunan Ka’bah dilakukan setelah Abdullah bin Zubari wafat. Setelah Abdullah bin Zubari terbunuh, al-Hajjaj melaporkan kepada Khalifah Dinasti Umayyah saat itu, Malik bin Marwan. Ia menyebut bahwa Ibnu Zubair telah mendirikan pondasi Ka’bah yang diperselisihkan oleh para pemuka Mekkah.
“Kalau tinggi bangunan yang dia (Abdullah bin Zubair), biarkan saja. Namun, panjang bangunan itu yang meliputi Hijir Ismail, kembalikanlah seperti semula. Dan tutuplah pintu yang dia buka,” bunyi perintah Malik bin Marwan kepada al-Hajjaj. Al-Hajjaj kemudian meratakan dan membangun kembali Ka’bah seperti sebelum Abdullah bin Zubair mengubahnya.
Wallahu a’lam,
Sumber: buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul karya M. Arief Hakim.
Semoga barakah, manfaat.
Bulungkulon, 29 Agustus 2023 (Hari ke-606)

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ulasannya. Menambah wawasan. Makasih, Bunda.
Alhamdulillah Bu Ernasari, Barakallaah.
Alhamdulillaah, segala puji hanya bagi Allah ta'ala.
Berkah barakah semuanya.
Terima kasih pencerahannya ya bunda.Salam sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Allah, sama sama Pakdhe, Barakallah.
Semoga bisa disegerakan ke Ka'bah. Aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin. Barakallah.
Keren bu ulasannya
Alhamdulillah, Barakallah Bu Sofiawati. Sukses ya Bu.