ZUYYINAH

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya, itulah mottonya. Lahir di Kudus 9 Januari 1964. Sebagai anak pertama dari delapan bers...

Selengkapnya
Navigasi Web
NABI MUSA BERGURU KEPADA NABI KHIDIR (Hari ke-641)

NABI MUSA BERGURU KEPADA NABI KHIDIR (Hari ke-641)

Nabi Musa ‘alaihissalam ternyata pernah menjadi murid Nabi Khidir. Tetapi mengapa Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir?

Selain disebutkan dalam Al-Qur'an, kisah bergurunya Nabi Musa ‘alaihissalam juga diterangkan dalam hadits shahih. Salah satunya sebagaimana dikeluarkan oleh Imam Bukhari, yang diriwayatkan dari Said bin Jubair, Ibnu Abbas mengaku pernah mendengar kisah itu dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu yang mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Menurut kisahnya, suatu hari Nabi Musa ‘alaihissalam sedang berkhutbah di hadapan Bani Israil.

Seseorang bertanya, ‘Hai Musa, siapakah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini?’ Nabi Musa menjawab, “Akulah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini.”

Mendengar pernyataan itu, Allah ta’ala langsung menegurnya. Lalu turunlah wahyu yang menyebut bahwa Allah ta’ala memiliki seorang hamba yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan yang lebih alim daripada Nabi Musa ‘alaihissalam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Allah mewahyukan kepada Musa, “Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang lebih banyak ilmunya ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di pertemuan dua lautan.” Nabi Musa bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana caranya aku dapat bertemu dengan hamba-Mu itu?” Dijawab, “Bawalah seekor ikan di dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut lompat, maka di situlah hamba-Ku berada.”

Kisah perjalanan Nabi Musa menuntut ilmu kepada Nabi Khidir. Kisah perjalanan itu disampaikan Allah secara lengkap dalam Al-Qur’an surat Al-Kahf ayat 60-82.

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِفَتٰىهُ لَآ اَبْرَحُ حَتّٰٓى اَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ اَوْ اَمْضِيَ حُقُبًا

“(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun." (QS. Al-Kahfi: 60).

Nabi Musa ‘alaihissalam berangkat bersama seorang muridnya yang bernama Yusya’ bin Nun, sambil membawa seekor ikan. Keduanya berjalan kaki hingga sampai di sebuah batu besar untuk beristirahat.

فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوْتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ سَرَبًا

“Ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut, mereka lupa ikannya, lalu (ikan mereka) melompat mengambil jalan ke laut itu. (QS. Al-Kahfi: 61).

Saat itulah ikan dalam keranjang yang dibawa keduanya keluar dari tempatnya dan masuk ke lautan melalui air yang ditahan Allah hingga membentuk seperti terowongan. Setelah itu, mereka berdua melanjutkan perjalanan.

فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىهُ اٰتِنَا غَدَاۤءَنَاۖ لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هٰذَا نَصَبًا

“Ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita. Sungguh, kita benar-benar telah merasa letih karena perjalanan kita ini." (QS. Al-Kahfi: 62).

قَالَ اَرَاَيْتَ اِذْ اَوَيْنَآ اِلَى الصَّخْرَةِ فَاِنِّيْ نَسِيْتُ الْحُوْتَۖ وَمَآ اَنْسٰىنِيْهُ اِلَّا الشَّيْطٰنُ اَنْ اَذْكُرَهٗۚ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ عَجَبًا

“Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (bercerita tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuatku lupa untuk mengingatnya, kecuali setan. (Ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh." (QS. Al-Kahfi: 63).

Tetapi, saat beliau bertanya tentang perbekalan yang dibawa, muridnya mengaku lupa menceritakan kejadian lepasnya ikan dari keranjang tadi. Akhirnya keduanya kembali ke batu besar itu dan bertemu dengan Nabi Khidir yang sedang tidur berselimutkan kain.

قَالَ ذٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِۖ فَارْتَدَّا عَلٰٓى اٰثَارِهِمَا قَصَصًاۙ

“Dia (Musa) berkata, "Itulah yang kita cari." Lalu keduanya kembali dan menyusuri jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi: 64).

Kisah Nabi Musa ‘alaihissalam berjumpa Nabi Khidir di pertemuan dua laut itu disampaikan Allah ta’ala dalam Al-Qur’an, surah Al-Kahf ayat 65, Allah berfirman:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ اٰتَيْنٰهُ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنٰهُ مِنْ لَّدُنَّا عِلْمًا

“Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.” (QS. Al-Kahf: 65).

Dalam tafsir Kemenag, hamba dalam ayat itu adalah Nabi Khidir. Sementara yang dimaksud rahmat adalah wahyu dan kenabian dan ilmu adalah pengetahuan tentang hal gaib sebagaimana disampaikan pada ayat-ayat selanjutnya.

قَالَ لَهٗ مُوسٰى هَلْ اَتَّبِعُكَ عَلٰٓى اَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا

“Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” (QS. Al-Kahf: 66).

قَالَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا

“Dia menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (QS. Al-Kahf: 67).

وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلٰى مَا لَمْ تُحِطْ بِهٖ خُبْرًا

“Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahf: 68).

قَالَ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ صَابِرًا وَّلَآ اَعْصِيْ لَكَ اَمْرًا

“Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” (QS. Al-Kahf: 69).

قَالَ فَاِنِ اتَّبَعْتَنِيْ فَلَا تَسْـَٔلْنِيْ عَنْ شَيْءٍ حَتّٰٓى اُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا

“Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (QS. Al-Kahf: 70).

Nabi Musa ‘alaihissalam meminta agar Nabi Khidir bersedia menjadi gurunya. Sayangnya, Nabi Musa ‘alaihissalam melanggar syarat yang diberikan, yaitu untuk tidak menanyakan apa pun sebelum rampung dijelaskan.

Hubungan dan murid itu berakhir setelah tiga perkara sebagaimana tertulis dalam surat Al-Kahf ayat 71 - 82:

فَانْطَلَقَاۗ حَتّٰٓى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيْنَةِ خَرَقَهَاۗ قَالَ اَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ اَهْلَهَاۚ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا اِمْرًا

“Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.” (QS. Al-Kahf: 71).

قَالَ اَلَمْ اَقُلْ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا

“Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” (QS. Al-Kahf: 72).

قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا

“Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.” (QS. Al-Kahf: 73).

فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙقَالَ اَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةًۢ بِغَيْرِ نَفْسٍۗ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُكْرًا ۔

“Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” (QS. Al-Kahf: 74).

قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَّكَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا

“Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” (QS. Al-Kahf: 75).

قَالَ اِنْ سَاَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍۢ بَعْدَهَا فَلَا تُصٰحِبْنِيْۚ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَّدُنِّيْ عُذْرًا

“Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.” (QS. Al-Kahf: 76).

فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰىٓ اِذَآ اَتَيَآ اَهْلَ قَرْيَةِ ِۨاسْتَطْعَمَآ اَهْلَهَا فَاَبَوْا اَنْ يُّضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُّرِيْدُ اَنْ يَّنْقَضَّ فَاَقَامَهٗ ۗقَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ اَجْرًا

“Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” (QS. Al-Kahf: 77).

قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَبَيْنِكَۚ سَاُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا

“Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau, aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.” (QS. Al-Kahf: 78).

اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِيْبَهَاۗ وَكَانَ وَرَاۤءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا

“Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.” (QS. Al-Kahf: 79).

وَاَمَّا الْغُلٰمُ فَكَانَ اَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِيْنَآ اَنْ يُّرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَّكُفْرًا ۚ

“Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.” (QS. Al-Kahf: 80).

فَاَرَدْنَآ اَنْ يُّبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكٰوةً وَّاَقْرَبَ رُحْمًا

“Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (QS. Al-Kahf: 81).

وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهٗ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا ۚفَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلْتُهٗ عَنْ اَمْرِيْۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًاۗ

“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.” (QS. Al-Kahf: 82).

Wallahu a’lam,

Sumber: Al-Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI 1992.

Semoga barakah, manfaat.

Bulungkulon, 3 Oktober 2023 (Hari ke-641)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kisah yang selalu berkesan untuk dibaca, walau sudah berulang-ulang, teyap saja kisah ini luar biasa. Lanjuuut. Sukses selalu

03 Oct
Balas

Alhamdulillah, Barakallah Dik, sehat sekeluarga dan sukses selalu.

03 Oct

Kisah yang terkenal. Makasih ilmunya, Bunda

03 Oct
Balas

Alhamdulillah, sama sama Bu Ernasari

03 Oct

Alhamdulillaah, segala puji hanya bagi Allah ta'ala.

03 Oct
Balas

Berkah barakah untuk semuanya.

03 Oct

Luar biasa Bunda penuh inspirasi dan mencerahkan

03 Oct
Balas

Alhamdulillah Pak Trianto, Barakallah.

04 Oct

Kisah yang menginspirasi pembaca

03 Oct
Balas

Alhamdulillah Bu Sofiawati, Barakallah.

03 Oct

Kisah inspiratif dan menarik, banyak keteladanan yang dapat kita petik.

03 Oct
Balas

Alhamdulillah Pak Rochadi, Barakallah.

03 Oct

Kisah yang inspiratif. Barokallah Mbak.

03 Oct
Balas

Alhamdulillah, Barakallaahu lakuma Dik Nanik. Sukses selalu ya.

04 Oct



search

New Post