umi hasanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tukang Cukur yang Mulai Tergusur

Tukang Cukur yang Mulai Tergusur

Tukang Cukur yang Mulai Tergusur

Setiap berangkat ke sekolah, saya melewati pasar pon. Kebetulan sekali hari ini pasarannya pon. Pasar lebih ramai dari hari biasanya. Jumlah pedagang yang berjualan semakin banyak. Sebab, ada sebagian mereka hanya ke pasar saat pasarannya pon. Seperti pengrajin meubeler, aneka tanaman pekarangan, hewan ternak, dan banyak lainnya. Dalam budaya Jawa dan Bali, "Pon" adalah nama salah satu hari pasaran dalam siklus lima harian (Pancawara: pon, wage, kliwon, legi, dan paing). Pasar Pon adalah pasar tradisional yang beroperasi pada hari Pon.

Pas waktu senggang, saya menyempatkan ke pasar. Tanpa sengaja, Pandangan saya tertuju pada seorang tukang cukur di bawah pohon mangga. Beliau sedang merapikan rambut langganannya. Beliau sudah tampak sepuh, begitu pun yang dicukur, sebelas-dua belas. Aku segera menuju penjual kue yang tak jauh dari tempatku belanja. Lalu, menuju tempat potong rambut tradisional tersebut. Saya bermaksud mengobrol sebentar dengan beliau.

“Pak, permisi. Ini ada sedikit kue untuk Bapak.” Sembari saya sodorkan kue yang masih hangat kepada beliau.

Awalnya beliau nampak ragu menerimanya, tetapi akhirnya mau juga. Alhamdulillah. Setelah memperkenalkan diri, saya mengajak beliau berbincang tentang profesinya yang sudah mulai langka.

“Bapak setiap hari membuka jasa cukur di sini?”

“Tidak, Mbak. Saya ke sini hanya pas pasaran saja. Hari lain ke pasar Jatimalang, pasar keras, dan pasar yang ramai”

“Sudah lama, Pak.” Tanyaku lagi.

“Sudah Mbak, sejak presidennya ibu Megawati.”

“Wah, sudah lama sekali ya, Pak.”

“Berapa ongkos yang bapak terima satu kali mencukur rambut?” tanya saya penasaran.

“Sekarang delapan ribu, Mbak. Tapi kalau saya cukur bapak ini, teman sendiri, ya seikhlasnya.” Jawab beliau sambil mengarahkan pandangan pada bapak yang duduk di kursi cukurnya dengan senyum tipis.

Di bawah rimbun pohon mangga saya asyik mengobrol dengan beliau. Karena takut mengganggu aktivitas beliau, saya pun undur diri, tak lupa saya ucapkan terima kasih.

Dari percakapan singkat itu, saya jadi tahu bahwa tukang cukur rambut tradisional seperti beliau sudah mulai tergusur. Fakta memang tidak bisa diingkari, saat ini banyak orang membuka jasa potong rambut dengan peralatan lebih modern dan tempat yang lebih nyaman. Terlebih bagi kawula muda, potong rambut di tempat terbuka seperti itu mungkin merasa gengsi, meski ongkosnya lebih murah. Mereka lebih memilih barber shop yang lebih kekinian walaupun harus mengeluarkan kocek berkali lipat. Sementara beliau hanya bermodal satu kursi plastik dan sekotak alat cukur konvensional yang bisa dibawa ke mana-mana dengan sepeda motor.

Sekarang ini, dalam sehari terkadang beliau hanya mencukur satu orang. Dulu, katanya bisa memotong rambut sampai sepuluh orang. Namun, kini belum sampai waktu zuhur menjelang beliau pulang, pasar sudah sepi. Ya, mau bagaimana lagi zaman sudah berganti, teknologi terus berkembang. Bagi bapak tukang cukur tradisional yang penting tetap semangat bekerja dan mendapat penghasilan untuk keluarganya.

(Mojo, 5 Juni 2025)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post