Mutiara Tersembunyi
Mutiara Tersembunyi
Oleh : Herlin Variani,S.Pd
Mentari hampir saja beranjak pulang ke peraduannya saat kaki ini melangkah. Menuju sosok yang terlihat biasa dihadapan masyarakat namun begitu penuh makna dalam pandangan penulis. Paspor untuk mengunjungi rumah sederhana itu sebenarnya sudah didapatkan sejak sang surya mulai mengintip. Namun kilatan petir dan guyuran hujan membuat rencana perjalanan tertunda.
Beliau perempuan yang hanya bertitelkan sebagai ibu rumah tangga biasa. Pendidikan hanya ditempuh hingga sarjana muda. Pernah berkarir sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta taman kanak-kanak. Bahkan menjadi guru tauladan pada masa itu. Meraih prestasi menjadi seorang kepala sekolah dalam waktu singkat di ibu kota.
Namun kilau karir itu mulai tidak terlihat oleh mata yang memandang dengan kualitas biasa. Ketika status menjadi seorang istri beliau sandang, membuat fokus tujuan hidupnya mulai berubah. Kehadiran sang buah hati penghangat rumah tangga menjadi awal berhentinya beliau berkakir dalam dunia pendidikan di luar sana. Sekilas itu terlihat sangat disayangkan sekali. Berhenti ketika berada di puncak karir. Tapi itulah pilihan hidup beliau tanpa paksaan dari siapa pun.
Dalam setiap komunikasi yang pernah terjalin, beliau selalu memaparkan. Keluarga adalah prioritas di atas segala cita. Akan sangat miris rasanya, apabila kita populer di mata dunia, namun generasi penerus yang terlahir dari rahim kita di didik oleh asisten rumah tangga. Kecakapan wawasan yang kita punya diserahkan pada orang lain namun tidak didapatkan oleh buah hati kita. Anak sendiri mereguk ilmu yang jauh dari kata kualitas. Itupun sumbangan dari pengasuh yang kita bayar, dan tidak memiliki dasar pendidikan bemutu tinggi. Ini yang beliau sampaikan kala itu.
Kali lain penulis pernah melihat aksi beliau yang membuat mata enggan berkedip. Dalam sebuah even masa itu, terlihat ada seorang kontestan yang hadir kehilangan sebelah sepatunya. Sekelompok anak tampak saling tuduh menuduh. Bahkan orang tua yang menjadi peserta acara itu, mulai mengeluarkan nada tinggi. Menyadari keusilan bocah-bocah lucu ini.
Namun berbeda reaksi dari perempuan yang penulis sebut sebagai guru sepanjang masa ini.
“Anak-anak, ada yang mau bermain dengan bunda?” Tiba-tiba suasana hiruk pikuk yang terjadi terdiam dan pandangan tertuju pada beliau. Para terdakwa pencuri sepatu ini pun berlari menghampiri sumber suara.
“Maaauuu.” Serempak mereka menjawab. Senyuman manis dihadiahkan bocah-bocah ini pada perempuan dewasa yang baru saja mengajak mereka bermain. Tampak beberapa lembar uang dua ribuan diangkat ke atas. Membuat mata anak-anak kian terbius.
“Siapa yang bisa menemukan teman sepatu yang hilang itu, maka uang ini akan jadi miliknya.” Sontak kalimat itu membuat kawanan bocil ini berlari tanpa menunggu instruksi selanjutnya.
Hal menakjubkan pun terjadi. Dalam hitungan detik, sepatu yang hilang telah kembali dan diserahkan pada seorang bunda yang telah memikat hati mereka. Para orang tua yang tadi mulai menampakkan kemarahannya, tertunduk malu melihat drama itu dan berlalu pergi. Penulis tersenyum penuh makna menyaksikan momen berharga tersebut.
“Great!” itu kata yang terucap melihat fenomena yang baru saja berlalu. Tanpa pikir panjang, penulis segera menghampiri beliau. Berkenalan, nomor telepon pun dikantongi. Tak lupa membuat janji pertemuan dengan beliau.
Berkali-kali silaturahim ke rumah beliau untuk berdiskusi. Hal-hal istimewa terus penulis saksikan di hunian penuh nuansa kedamaian untuk anak-anak itu.
Mulai dari tingkah si buah hati yang ikut bergabung dan berskonstirbusi dalam obrolan kami hingga si abang yang memanjat terali jendela pun tak terlewatkan. Penulis selalu melihat dan menunggu dengan antusias, apa reaksi sang bunda.
Ternyata memang tak langsung ada kemarahan dan bentakan. Beliau dengan tenang memberi jawaban terhadap pertanyaan si anak yang memotong diskusi kami. Lalu menyampaikan pesan untuk berhati-hati padang si abang yang sedang berjuang memanjat terali besi itu agar tidak terjatuh.
“Mereka sedang meminta haknya, harus diberikan dengan bijak.” Ulas beliau saat menatap penulis yang terperangah melihat aksi anak-anak beliau.
Karena alasan seperti itulah, penulis menjadikan beliau sebagai sumber rujukan berikutnya untuk bahan buku yang sedang disusun. Berharap karya tulis yang akan diwujudkan ini memliki identitas kuat.
Sore itu, derap langkah penuh keyakinan pun meluncur menuju istana mungil beliau. Temaran senja dan serbuan gerimis tak menghalangi tekad. Alhamdulillah, penulis pun mengantongi beberapa majalah keluarga dengan edisi berbeda dari beliau. Tema yang sesuai dengan topik calon buku penulis sudah ditandai disana. Karena sejak awal, sudah berkonsultasi dengan beliau. Terkait keinginan untuk mengangkat persoalan yang sedang marak saat ini. Akan dijadikan sebuah karya tulis yang penuh makna dan bermanfaat.
“Ah, indahnya silaturahim dengan orang berilmu. Buku sumber tak perlu dibeli.” Ocehan hati penulis sambil angguk-angguk kepala.
Oretan di Ruang Mimpi saat waktu duha masih panjang
Ahad, 12 Juli 2020
Alhamdulillah tulisan dikirim keredaksi. Doain bisa muat ya guys.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap sekali.
Bunda mantap seribu kali.hehe
Inspiratif sekali, Bu Herlin.
Pak Ady inspiratif ribuan kali. Aamiinn
Pak Ady inspiratif ribuan kali. Aamiinn
Barakallah
Baarakallahu bun